Petualangan Tiga Sekawan Menuju Gua Jeruk
Cerita Anak: Beryl
"Ramli, Basit, cek lagi semua perlengkapan! Jangan sampai ada yang ketinggalan!" teriak Firdaus dari depan teras rumahnya.
Ramli, yang sedang sibuk memasukkan gulungan matras ke dalam tas ranselnya, hanya tersenyum. "Berisik, Fird! Semua sudah beres. Lo pikir kita ini mau main-main?" sahut Ramli sambil menutup rapat resleting tasnya.
Basit, dengan wajah yang masih mengantuk, menguap lebar. "Iya, Fird. Ini bahkan lebih rapi dari lemari baju nyokap gue," katanya, membuat Ramli dan Firdaus tertawa.
Ketiganya adalah sahabat karib sejak kecil. Ramli, si pemimpin yang cerdas dan penuh ide. Firdaus, si perencana yang teliti dan selalu bersemangat. Dan Basit, si penenang yang kalem dan punya selera humor yang receh. Rencana petualangan mereka ke Gua Jeruk sudah mereka susun berbulan-bulan lamanya. Akhirnya, hari yang mereka nantikan tiba.
Persiapan mereka sudah matang. Mereka akan melakukan perjalanan selama dua hari, menginap satu malam di Gua Jeruk yang terkenal misterius. Bekal untuk bertahan hidup sudah mereka siapkan dengan teliti: beras, kompor mini, mie instan, senter, tali, dan perlengkapan lainnya. Semuanya sudah tertata rapi dalam tas ransel masing-masing.
Pukul 06.00 pagi, matahari baru saja menampakkan diri. Mereka sudah siap di depan rumah Ramli. "Kita berangkat sekarang," kata Ramli penuh semangat. Mereka bertiga mengayunkan langkah, meninggalkan hiruk pikuk kota menuju jalan setapak yang menanjak.
Perjalanan mereka akan memakan waktu seharian penuh. Diperkirakan mereka akan tiba di Gua Jeruk sekitar pukul 15.00 sore. Selama perjalanan, mereka tidak berhenti bersenda gurau. Cerita-cerita lucu, teka-teki, dan nyanyian mengiringi setiap langkah mereka.
"Li, lo inget enggak pas kita dulu mancing di kali? Terus pancingan lo nyangkut di celana Basit?" Firdaus tertawa terbahak-bahak saat mengenang masa lalu.
Basit, yang menjadi korban, hanya menggelengkan kepala. "Iya, dan lo berdua malah ketawa bukannya bantuin. Akhirnya celana gue sobek, deh," timpalnya dengan cemberut yang dibuat-buat.
Ramli menimpali, "Itu kan salah lo sendiri, Bas! Kenapa lo joget-joget di samping gue pas lagi lempar pancing? Untung aja enggak kena mata lo."
Mereka terus bercerita, membuat lelah tidak terasa. Mereka menyusuri hutan yang lebat, menyeberangi sungai kecil, dan mendaki bukit-bukit yang curam. Perjalanan yang melelahkan terasa ringan karena kebersamaan mereka.
Perhentian Pertama: Makan Siang dan Cerita Misteri
Sekitar pukul 12.00, mereka memutuskan untuk beristirahat dan makan siang. Mereka menemukan sebuah batu besar di pinggir sungai kecil. Dengan cepat, mereka mengeluarkan bekal nasi yang sudah disiapkan dari rumah.
"Wah, nasi bungkus buatan nyokap gue emang paling top," kata Basit sambil melahap nasinya.
Firdaus mengangguk setuju. "Benar, nih! Kenyang banget."
Saat mereka sedang menikmati makan siang, Firdaus tiba-tiba berbisik, "Eh, kalian tahu enggak? Katanya, Gua Jeruk itu dulu tempat persembunyian para pendekar sakti."
Ramli dan Basit langsung mendekat. "Wah, cerita lagi, Fird!" kata Ramli.
Firdaus mulai bercerita dengan suara yang sengaja dipelankan. "Jadi, konon, di dalam gua itu ada sebuah mata air yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Tapi, mata air itu dijaga oleh seekor naga putih. Hanya orang yang berhati bersih dan pemberani yang bisa melihat naga itu dan mendapatkan airnya."
"Masa sih?" Basit bergidik. "Cerita horor, nih?"
Ramli tertawa. "Cerita itu cuma buat nakut-nakutin. Mana ada naga putih?"
"Gue enggak bohong! Itu kata kakek gue," Firdaus bersikeras. "Makanya, nanti malam kita harus hati-hati. Jangan sampai kita ganggu naga itu."
Basit langsung menelan ludah. "Kalau gitu, nanti malam kita tidur mepet-mepet aja, ya? Biar enggak ada yang hilang."
Ramli menepuk pundak Basit. "Tenang aja, Bas. Kalau naga putihnya muncul, biar gue yang hadapin!" katanya sambil tertawa.
Selesai makan, mereka melanjutkan perjalanan. Semangat mereka kembali pulih, apalagi setelah mendengar cerita misterius dari Firdaus.
Malam Pertama yang Tenang
Pukul 15.30 sore, mereka akhirnya tiba di mulut Gua Jeruk. Gua itu tampak megah dengan dinding-dinding batu yang ditumbuhi lumut hijau. Di sekitar gua, pepohonan rindang menjulang tinggi, menciptakan suasana yang teduh dan sejuk.
Mereka langsung masuk ke dalam gua. Di dalamnya, tidak terlalu gelap karena ada celah-celah di atap gua yang membiarkan cahaya matahari masuk. Mereka memilih sebuah area yang datar untuk mendirikan tenda.
"Gua ini lebih besar dari yang gue bayangin," kata Basit.
"Iya, dan di sini sejuk banget," timpal Firdaus.
Mereka mendirikan tenda, menyusun peralatan, dan mulai menyiapkan makan malam. Mereka memasak nasi dan mie instan. Aroma makanan yang lezat segera menyebar, membuat perut mereka berbunyi.
Malam pertama di Gua Jeruk tampak tenang. Langit di luar gua dipenuhi bintang-bintang yang berkelip. Suara jangkrik dan serangga malam mengiringi obrolan mereka.
"Gimana, Bas? Ketemu naganya?" goda Ramli.
Basit hanya nyengir. "Belum, nih. Mungkin naganya lagi cuti."
Mereka duduk mengelilingi api unggun kecil yang mereka buat. Mereka bercerita tentang impian dan rencana masa depan mereka. Firdaus ingin menjadi insinyur, Basit ingin menjadi koki, dan Ramli ingin menjadi petualang yang menjelajahi seluruh dunia.
"Gue janji, kalau gue udah jadi petualang sukses, kalian berdua orang pertama yang bakal gue ajak keliling dunia," kata Ramli.
"Janji ya!" kata Firdaus dan Basit bersamaan.
Malam itu, mereka tidur dengan nyenyak. Tidak ada suara aneh, tidak ada gangguan. Hanya ada ketenangan dan kedamaian di dalam gua.
Malam Kedua dan Gangguan Misterius
Pagi harinya, mereka bangun dengan segar. Mereka memasak sarapan, membersihkan area sekitar tenda, dan mulai mengeksplorasi bagian dalam gua. Mereka menemukan stalaktit dan stalagmit yang indah, membentuk formasi-formasi yang unik. Mereka juga menemukan sebuah air terjun kecil di ujung gua.
"Wah, ini dia mata air yang diceritain Firdaus!" seru Basit. "Tapi, enggak ada naganya, kok."
Firdaus tertawa. "Ya kan cuma mitos, Bas! Tapi, airnya beneran jernih, loh."
Mereka menghabiskan seharian penuh dengan bermain-main di air terjun dan mengabadikan momen-momen indah dengan kamera ponsel mereka.
Saat malam tiba, mereka kembali ke tenda. Mereka makan malam, lalu bersiap untuk tidur. Tapi, malam kedua ini terasa berbeda.
Baru saja mereka memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara gonggongan anjing yang keras dari luar gua.
"Li, itu suara apa?" Basit langsung terbangun dan bergidik.
Ramli membuka matanya. "Mungkin cuma anjing liar. Enggak usah dipikirin," jawabnya, berusaha menenangkan.
Namun, gonggongan itu semakin keras dan mendekat. Terdengar seperti ada beberapa anjing yang saling bersahutan.
"Ini bukan anjing biasa, Li. Suaranya bikin merinding," kata Firdaus, suaranya bergetar.
Tak lama kemudian, suara gonggongan itu berhenti. Keheningan kembali menyelimuti gua. Basit dan Firdaus sudah tidak bisa tidur lagi. Mereka hanya terdiam, mendengarkan setiap suara dari luar gua.
Tiba-tiba, terdengar suara lain. Suara "krek..krek...krek" seperti ranting yang diinjak. Suara itu terdengar sangat dekat.
"Ada yang jalan di luar tenda," bisik Basit, matanya membesar.
Ramli mengambil senter di sampingnya, lalu menyalakannya. "Tenang aja, mungkin cuma binatang hutan. Kita jangan panik."
Tapi, suara itu semakin jelas. Terdengar seperti langkah kaki yang berat, mengelilingi tenda mereka. Basit langsung memeluk Ramli. Firdaus menarik selimut hingga menutupi kepalanya.
"Li, gue takut!" Basit berbisik. "Gimana kalau itu beneran naga?"
Ramli mencoba menenangkan. "Enggak ada naga, Bas! Paling cuma beruang atau babi hutan."
"Tapi, suaranya aneh banget, Li. Bikin bulu kuduk berdiri," kata Firdaus dari dalam selimut.
Suara langkah kaki itu berhenti tepat di depan tenda mereka. Hening. Mereka bertiga menahan napas. Jantung mereka berdebar kencang.
Tiba-tiba, terdengar suara "dug! dug! dug!" seperti ada yang mengetuk-ngetuk tenda mereka.
"Siapa di luar?" teriak Ramli, suaranya sedikit bergetar.
Tidak ada jawaban. Hanya suara ketukan yang terus-menerus.
Basit dan Firdaus sudah pucat pasi. "Li, kita keluar aja, yuk?" pinta Basit.
"Enggak! Kita enggak boleh keluar!" tegas Ramli. "Kita tunggu sampai pagi. Pasti aman."
Akhirnya, suara ketukan itu berhenti. Diikuti suara "dug" yang keras, seolah ada sesuatu yang jatuh. Lalu, hening kembali.
Mereka tidak bisa tidur semalaman. Mereka duduk bersandar di dalam tenda, saling menenangkan dan menunggu matahari terbit.
Pagi Hari dan Kepulangan yang Lega
Pagi hari akhirnya tiba. Cahaya matahari masuk ke dalam gua, memberikan kehangatan. Mereka langsung membereskan tenda dan semua perlengkapan. Mereka tidak ingin berlama-lama lagi di sana.
Saat mereka keluar dari tenda, mereka melihat sesuatu yang tergeletak di depan tenda mereka. Sebuah buah durian yang sudah terbuka dan dimakan setengah. Di sampingnya, terlihat jejak kaki besar.
"Pantas saja semalam berisik," kata Ramli. "Itu pasti babi hutan yang cari makan. Dia enggak bisa buka duriannya, jadi dia marah."
Basit dan Firdaus saling pandang, lalu tertawa lega. "Jadi, yang semalam itu babi hutan, Li? Bukan naga?" tanya Basit.
"Iya, Bas. Babi hutan raksasa, mungkin," jawab Ramli, tersenyum.
Mereka bertiga tertawa. Ketakutan mereka semalam berubah menjadi cerita lucu.
Dengan hati yang lega, mereka memulai perjalanan pulang. Perjalanan pulang terasa jauh lebih cepat. Mereka sudah tidak merasa cemas lagi.
"Gue kira kita bakal dimakan naga, Li," kata Basit sambil berjalan.
Firdaus menambahkan, "Padahal cuma babi hutan, ya. Tapi, lumayan, lah, jadi cerita buat anak cucu kita nanti."
Ramli hanya tersenyum. "Petualangan kita enggak sia-sia. Kita berhasil sampai di Gua Jeruk, menginap, dan pulang dengan selamat."
Mereka terus berjalan, sambil mengenang petualangan mereka di Gua Jeruk. Cerita tentang babi hutan yang mereka kira naga akan menjadi cerita paling lucu di antara mereka.
Ketika tiba di rumah, mereka disambut oleh keluarga masing-masing. Mereka langsung bercerita tentang petualangan mereka. Mereka menceritakan tentang indahnya Gua Jeruk, tentang mata air yang jernih, dan tentang misteri di malam kedua.
"Jadi, yang semalam itu babi hutan?" tanya ayah Ramli.
"Iya, Yah," jawab Ramli, tersenyum.
"Syukurlah. Untung saja kalian tidak apa-apa," kata ayahnya, lega.
Petualangan Ramli, Firdaus, dan Basit ke Gua Jeruk berakhir. Mereka tidak mendapatkan harta karun, tidak bertemu naga, tapi mereka mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Mereka belajar untuk lebih berani, lebih kompak, dan lebih saling menjaga. Mereka tahu, persahabatan mereka lebih berharga dari apa pun. Dan mereka juga tahu, petualangan berikutnya sudah menanti.
Pilihan