Legenda Asal-Usul Nama Bangkalan dan Kisah Joko Tole di Socah
Pulau Madura menyimpan banyak kisah yang berakar dari masa lalu, membentuk identitas dan nilai budaya masyarakatnya hingga kini. Salah satu legenda paling terkenal di ujung barat pulau ini berasal dari Kabupaten Bangkalan, yang dipercaya muncul dari teriakan rakyat ketika seorang pemberontak sakti bernama Ki Lesap tewas dalam pertempuran melawan Cakraningrat V, penguasa Bangkalan kala itu.
Selain kisah heroik tersebut, di wilayah yang sama terdapat pula legenda Joko Tole dan Dewi Ratnadi di daerah Socah, yang menjadi penjelasan asal-usul nama desa itu. Kedua legenda ini bukan hanya cerita rakyat biasa, melainkan gambaran hubungan antara kekuasaan, pengorbanan, dan keajaiban yang menjadi warisan budaya Madura.
Kisah Ki Lesap dan Asal-Usul Nama Bangkalan
Pada masa pemerintahan Cakraningrat V, penguasa Madura Barat yang berpusat di Bangkalan, daerah itu diguncang oleh pemberontakan besar. Seorang tokoh sakti bernama Ki Lesap dari wilayah utara Madura menentang kekuasaan Cakraningrat dan berambisi menguasai seluruh pulau. Ia dikenal sebagai sosok gagah berani, memiliki kesaktian luar biasa, dan disegani oleh banyak pengikut. Dalam waktu singkat, pasukannya berhasil menguasai beberapa daerah, bahkan beberapa kali memukul mundur pasukan Cakraningrat.
Cakraningrat V, yang merasa terancam, berusaha memadamkan pemberontakan itu dengan mengerahkan kekuatan besar, bahkan meminta bantuan dari Kompeni Belanda yang kala itu memiliki pengaruh besar di wilayah Madura. Namun, meski telah dibantu pasukan bersenjata modern, Ki Lesap selalu berhasil menang. Tombak, peluru, dan senjata tajam seolah tak mampu melukai tubuhnya. Ia bagaikan bayangan yang tak tersentuh, dan kabar kesaktiannya menyebar luas ke seluruh penjuru pulau.
Namun, pada suatu malam, Cakraningrat V mendapatkan petunjuk melalui mimpi. Dalam mimpi itu, ia diperintahkan untuk mengalahkan Ki Lesap bukan dengan kekuatan senjata, melainkan dengan tipu daya dan kelembutan hati. Menurut mimpi tersebut, kesaktian Ki Lesap akan pudar apabila ia percaya bahwa musuhnya telah menyerah.
Atas saran para penasehat dan tafsir dari mimpi itu, Cakraningrat menyusun sebuah siasat licik namun cerdik. Ia mengutus seorang wanita cantik yang membawa bendera putih sebagai tanda penyerahan diri. Wanita itu dikirim ke pesanggrahan tempat Ki Lesap beristirahat. Melihat utusan itu datang dengan tanda damai, Ki Lesap percaya bahwa Cakraningrat telah menyerah dan perang sudah usai. Ia menyambut utusan itu dengan tenang, menurunkan kewaspadaannya, dan melepas sebagian besar penjaga pribadinya.
Di saat itulah Cakraningrat V bersama pasukan pilihannya melancarkan serangan mendadak. Dalam kekacauan yang terjadi, Cakraningrat sendiri maju ke depan dan menancapkan tombak pusaka ke dada Ki Lesap. Tubuh sang pemberontak sakti itu roboh seketika, dan darah mengalir membasahi tanah tempat ia berdiri.
Rakyat yang menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan berseru keras dalam bahasa Madura, “Bangka-la’an!”, yang berarti “mati sudah!” atau “telah tewas!”. Seruan itu menggema ke seluruh penjuru, dan lama-kelamaan menjadi sebutan bagi tempat terjadinya peristiwa tragis tersebut — Bangka-la’an yang kemudian berubah pelafalannya menjadi Bangkalan.
Kematian Ki Lesap menjadi akhir dari pemberontakan besar di Madura Barat. Namun, kisah keberanian dan kesaktiannya tetap hidup dalam ingatan rakyat sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas. Sementara bagi para pengikut Cakraningrat, kejadian itu menandai kemenangan kecerdikan atas kekuatan, dan menjadi titik awal penamaan wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Bangkalan.
Legenda Joko Tole dan Dewi Ratnadi di Socah
Selain kisah Ki Lesap, Bangkalan juga memiliki legenda lain yang tak kalah terkenal, yaitu kisah cinta dan keajaiban antara Joko Tole dan Dewi Ratnadi di wilayah Socah. Joko Tole adalah sosok pahlawan dan tokoh sakti yang dikenal dalam berbagai legenda Madura. Ia adalah putra dari Arya Menak dan dikenal memiliki kekuatan luar biasa serta hati yang lembut. Setelah menikahi Dewi Ratnadi, mereka menetap di sebuah daerah yang saat itu masih tandus dan kekurangan air.
Pada suatu hari yang panas, Dewi Ratnadi merasa sangat haus, sementara tidak ada sumber air di sekitar tempat tinggal mereka. Melihat istrinya kehausan, Joko Tole menancapkan tongkat milik istrinya ke tanah dengan niat untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi air. Tak lama setelah itu, air jernih pun menyembur deras dari tanah, membentuk sumber air yang mengalir ke sekitarnya.
Namun, karena semburan air itu begitu kuat, percikan air mengenai mata Dewi Ratnadi, dan seketika ia tidak bisa melihat. Joko Tole merasa bersalah dan berdoa agar air tersebut menjadi berkah bagi masyarakat, bukan bencana. Air dari tongkat itu kemudian menjadi mata air yang terus mengalir, memberi kehidupan bagi penduduk sekitar.
Sejak saat itu, tempat tersebut dinamakan Socah, yang berasal dari kata “so’ cah” atau “mata”, merujuk pada peristiwa ketika mata Dewi Ratnadi terkena air dari semburan tongkat Joko Tole. Hingga kini, legenda ini dipercaya sebagai asal-usul nama Desa Socah, sebuah wilayah di Kabupaten Bangkalan yang masih dikenal dengan sumber airnya yang jernih.
Makna Budaya dan Nilai Moral
Dua legenda besar dari Bangkalan ini — Ki Lesap dan Joko Tole dengan Dewi Ratnadi — bukan hanya dongeng turun-temurun, tetapi juga cerminan nilai-nilai luhur masyarakat Madura.
- Kisah Ki Lesap menggambarkan betapa kesombongan dan rasa percaya diri yang berlebihan dapat membawa kehancuran, sementara kecerdikan dan keteguhan hati bisa mengalahkan kekuatan fisik semata.
- Sementara legenda Joko Tole dan Dewi Ratnadi mengajarkan tentang cinta, pengorbanan, dan kebijaksanaan, serta pentingnya menjaga keseimbangan antara kekuatan dan kasih sayang.
Melalui cerita-cerita ini, masyarakat Bangkalan tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menjaga identitas dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di setiap nama tempat, di setiap cerita rakyat, tersimpan makna mendalam tentang kehidupan dan kebijaksanaan yang menjadi bagian dari jiwa Madura.
Pilihan