Sajak-Sajak: a.a jadid
a.a jadid, berasal dari desa Bragung, Guluk-guluk. Sumenep dan merupakan santri aktif PPA. Lubangsa Utara, yang sedang bermukim di Komplek LBQK (Lembaga Bimbingan Qira’atul Kutub) sekaligus anak asuh sanggar sabda dan kini masih menebarkan kekecewaan pada yang mengharapkan, dengan nama asli ”Aqilul Jadid”
*****
Di Tempat Titian Surga
Ruangan sunyi menyendiri
Ku teduh sebuah depan pertama
Mengelilingi tasbih terombang-ambing.
Angin mendung
Ku patahkan sebongkah kayu
Kucing jadi riuh
Mentari menari senja
Mengikuti alunan riang.
Seribu langit terganti
Dan seribu cuaca terpenuhi kata.
Lubtara,2025
Bangku Tunggal
Angin meriwayatkan sunyi
Tanah menjadi tunggal
Daun bergantung kehilangan ladang.
Papan kosong bernyanyi
Tinta hitam mulai mewarnai
Awan bersinggah di karang sepi
Dengan segumpal madu desa
Tertata rapi.
Pena merangkai kata
Di tengah samudra ketas
Abjad semakin merayap.
Lubtara,2025
Pena
Makna yang tak terkira
Penamu manjadi bendera
Ditengah kutungan malaria
Seribu angka terpenjara
Pada lembaran kosong
Dengan butiran tinta yang tak pernah bohong.
Lubtara,2025
Anak Bungsu
Aku berdiri dengan sebuah bangunan kecil
Di simpuhanpasir
Dan ku per erat tali Rahim ibu
Sebagai gantungan wajahnya hidup.
Keikhlasanku taburi bunga melati
Dengan seribu warna yang tertata rapi
Harapan ibu sebatas lidi yang terus memanjang.
Kerontak dadaku yang dalam
Menjangkau pusat langitmu
Kutakmamapu untuk mendapatinya
Tapi angka cintaku kepadanya
Seperti angina yang menyapaku setiap waktu.
Lubtara,2025
Perempatan Luka
Di pelataran gubuk tua
Akan ku kirimkan seribu doa
Pada mayang seruh luka.
Halaman petakapenuh makna
Tempat kerinduan dan kesengsaraan
Menyaksikan godaan tua.
Aku tuntuk pada sajadah rapuh
Merangkul kayu di bawah atap tua
Api telah bergejola mengibaskan sayapnya
Lalu terbang sekian rupa.
Aku bertatap pada debu
Seperti mayat terbengkalai
Dan aku terpenjara di keronkang kayu
Dengantubuh penuh hampa dan layu.
Lubtara,2025
Malam
Angin datang mengguyur tubuh
Dengan alunan kasar di mata
Gelombang air di atas genting
Dan hujan turun menyelimuti malam.
Ku simpuhkan sebuah alunan puisi
Untuk mengganjil amarah itu
Angina mencondongkan ke utara
Lalu ke selatan.
Rintik demi rintik
Aku akan abadikan pada malam
Janji apa atau kata apa yang sudah berlalu
Kan ku rangkul dank an ku pelok
Sebagai tanda kenangan bisu.
Lubtara,2025





