Sajak-sajak A. Warits Rovi.
Cinta Sepasang Tukang Kebun setiap yang kita lewati akan membekas di tepi dada mungkin akan menjadi lumut yang membuat keheningan singg...
https://www.rumahliterasi.org/2018/04/sajak-sajak-warits-rovi.html
Cinta Sepasang Tukang Kebun
setiap yang kita lewati akan membekas di tepi dada
mungkin akan menjadi lumut
yang membuat keheningan singgah sebagai spora
lalu kita jadi tukang kebun dengan bibit-bibit cinta
yang membersihkan kerak-kerak masa lalu
seraya menanam kembali sisa rindu
dan tumbuh bunga alamanda di pot baru
biarkan lumut masa lalu lenyap dengan namanya
sendiri dan orang-orang hanya menceritakannya
di suatu pagi tak lebih berarti dari secangkir kopi
juga spora keheningan akan berlutut pada takdir
kematian dengan nama yang tak sehuruf pun
melekat di batu nisan
sedang alamanda kita terus berkarib dengan
hujan sesekali pada kilap punggungnya
bertengger seekor kupu-kupu
tanda aminku pada keteduhan jiwamu
sekali berdua pernah menanam dalam pot yang satu
Gapura, 2013
mungkin akan menjadi lumut
yang membuat keheningan singgah sebagai spora
lalu kita jadi tukang kebun dengan bibit-bibit cinta
yang membersihkan kerak-kerak masa lalu
seraya menanam kembali sisa rindu
dan tumbuh bunga alamanda di pot baru
biarkan lumut masa lalu lenyap dengan namanya
sendiri dan orang-orang hanya menceritakannya
di suatu pagi tak lebih berarti dari secangkir kopi
juga spora keheningan akan berlutut pada takdir
kematian dengan nama yang tak sehuruf pun
melekat di batu nisan
sedang alamanda kita terus berkarib dengan
hujan sesekali pada kilap punggungnya
bertengger seekor kupu-kupu
tanda aminku pada keteduhan jiwamu
sekali berdua pernah menanam dalam pot yang satu
Gapura, 2013
Terakhir Dari Kepergianmu
terakhir dari kepergianmu
adalah kunang-kunang yang tak sabar menunggu subuh
terbang ke dadaku yang basah
dengan tujuh luka di punggungnya
kunang-kunang dan dadaku menanggung kelebat bayangmu
menakir waktu ke dalam rupa rembulan yang semu
dan rembulan semu itu
adalah kutukan yang tak pernah diminati subuh
maka inilah nyanyian malam yang panjang
yang menjadi puisi keabadian
sepanjang kesunyian, senasib luka kunang-kunang
menerima waktu dengan riak-riak keheningan
Dik-Kodik, 2013
adalah kunang-kunang yang tak sabar menunggu subuh
terbang ke dadaku yang basah
dengan tujuh luka di punggungnya
kunang-kunang dan dadaku menanggung kelebat bayangmu
menakir waktu ke dalam rupa rembulan yang semu
dan rembulan semu itu
adalah kutukan yang tak pernah diminati subuh
maka inilah nyanyian malam yang panjang
yang menjadi puisi keabadian
sepanjang kesunyian, senasib luka kunang-kunang
menerima waktu dengan riak-riak keheningan
Dik-Kodik, 2013
Ikrar Daun
pincut aku dengan mawar hujan
jikalau getarku lamban
saat itulah otakku mengenang
pucit buah yang luruh
di hening subuh
sebagai pamit seorang anak kepada sang ibu.
aku juga punya air mata
untuk kisah-kisah luka
seperti ranggas kembang akasia
terlumat lidah kemarau kara.
belai pundakku dengan sesisip angin
tungkai leher bakal mengejang
menggapai telinga kembang
karena angin adalah ritual perkawinan
di mana putik dan benang sari
boleh saling menginap membawa hati
bersenggama di bawah bibir matahari.
aku juga sebagai orang tua
atas seribu buah yang mendekap cuaca
seperti saat petir, para ibu mendekap anaknya.
maka bila kapakmu menebang
hingga sekarat pohonku meregang
aku yang terakhir meminta kematian
karena cinta masih kutuntaskan
sampai ranting dan buah takluk pada lapuk
dan aku kering saling peluk
:seorang ibu yang melukis anaknya sedekat pelupuk.
Gapura, 11.03.15
jikalau getarku lamban
saat itulah otakku mengenang
pucit buah yang luruh
di hening subuh
sebagai pamit seorang anak kepada sang ibu.
aku juga punya air mata
untuk kisah-kisah luka
seperti ranggas kembang akasia
terlumat lidah kemarau kara.
belai pundakku dengan sesisip angin
tungkai leher bakal mengejang
menggapai telinga kembang
karena angin adalah ritual perkawinan
di mana putik dan benang sari
boleh saling menginap membawa hati
bersenggama di bawah bibir matahari.
aku juga sebagai orang tua
atas seribu buah yang mendekap cuaca
seperti saat petir, para ibu mendekap anaknya.
maka bila kapakmu menebang
hingga sekarat pohonku meregang
aku yang terakhir meminta kematian
karena cinta masih kutuntaskan
sampai ranting dan buah takluk pada lapuk
dan aku kering saling peluk
:seorang ibu yang melukis anaknya sedekat pelupuk.
Gapura, 11.03.15
Lelaki Sabit
Ayah kau asah kisah-kisah
dengan lidah yang basah.
tulang dadamu lengkung seluas palung
tempatku pulang menemukan kampung.
dan matamu kilau alis berjurai
menemaniku memandang bulan.
kau asahan lengkung yang berkilau
sabit yang tenang di genggam tangan.
:kuarit rimbaku dengan dirimu.
Dik-kodik, 2013
dengan lidah yang basah.
tulang dadamu lengkung seluas palung
tempatku pulang menemukan kampung.
dan matamu kilau alis berjurai
menemaniku memandang bulan.
kau asahan lengkung yang berkilau
sabit yang tenang di genggam tangan.
:kuarit rimbaku dengan dirimu.
Dik-kodik, 2013
Serban Putih di Benteng Fort Rotterdam
: Pangeran Diponegoro
bulan termangu dengan luka biru
bayang dilepas menjadi bangkai
membingkai tanah makassar
dalam sekotak sepi malam hari.
kunang-kunang mengincupkan sayap
di rusuk jeruji yang lindap
kemerdekaan dipenjara
lantaran asah mata runcing
membidik perang di tanah lapang
melawan keangkuhan
jenderal markus de kock.
pangeran, dekam dalam kelam penjara
bulan lain terbit di dadanya
mengirim cahaya ke sudut bendera dwi warna.
serban putih terhampar jadi semesta
pangeran membuat pulau dari wirid dan fatihah
hizib dan azimat yang dikalungkan pada tanah bunda.
sunyi negeri ia maknai dengan diri yang sendiri
saat harga diri bangsa adalah wujud lain dari nyawa
diruwat dari petaka, jadi sanjung di pucuk bunga.
kurun waktu 22 tahun pangeran menatah tulang
liat dan putihnya senantiasa sajak dalam penjara
dibaca malaikat dan bidadari dari taman-taman surga.
hingga di tahun 1855 pangeran bergegas ke arah surga
maut dalam belai lembut telah memahat namanya
kepada jalan, kepada tugu dan kepada jantung anak cucu.
Sumenep, 03.15
bulan termangu dengan luka biru
bayang dilepas menjadi bangkai
membingkai tanah makassar
dalam sekotak sepi malam hari.
kunang-kunang mengincupkan sayap
di rusuk jeruji yang lindap
kemerdekaan dipenjara
lantaran asah mata runcing
membidik perang di tanah lapang
melawan keangkuhan
jenderal markus de kock.
pangeran, dekam dalam kelam penjara
bulan lain terbit di dadanya
mengirim cahaya ke sudut bendera dwi warna.
serban putih terhampar jadi semesta
pangeran membuat pulau dari wirid dan fatihah
hizib dan azimat yang dikalungkan pada tanah bunda.
sunyi negeri ia maknai dengan diri yang sendiri
saat harga diri bangsa adalah wujud lain dari nyawa
diruwat dari petaka, jadi sanjung di pucuk bunga.
kurun waktu 22 tahun pangeran menatah tulang
liat dan putihnya senantiasa sajak dalam penjara
dibaca malaikat dan bidadari dari taman-taman surga.
hingga di tahun 1855 pangeran bergegas ke arah surga
maut dalam belai lembut telah memahat namanya
kepada jalan, kepada tugu dan kepada jantung anak cucu.
Sumenep, 03.15
Di Kebun Masrupa
lambai sekungkung janur
tak menyelesaikan risau dan parau
selain cuma miring
menyediakan senyap punggung
sebagai jalan bagi tupai-tupai
memburu takdir ke lubang nyiur.
si tukang kebun melihatnya dari bawah
tupai mengoyak dan mencakar
nyiur terkapar, langit terbongkar
nyiur-nyiur luruh mengguruh
ke petak hati tukang kebun yang luluh.
tupai-tupai predator kenyang berpamitan
giginya kuning digosok sayang di tulang lidi
janur merelakan punggungnya sekali lagi
tupai berjalan ke arah kembali.
janur melambai tak menyelesaikan risau
tukang kebun pekik dalam parau
sepasang matannya membidik janur
:rupanya pada lambai gemulai
ada sebuah pengingkaran.
Dik-kodik, 13.03.15
tak menyelesaikan risau dan parau
selain cuma miring
menyediakan senyap punggung
sebagai jalan bagi tupai-tupai
memburu takdir ke lubang nyiur.
si tukang kebun melihatnya dari bawah
tupai mengoyak dan mencakar
nyiur terkapar, langit terbongkar
nyiur-nyiur luruh mengguruh
ke petak hati tukang kebun yang luluh.
tupai-tupai predator kenyang berpamitan
giginya kuning digosok sayang di tulang lidi
janur merelakan punggungnya sekali lagi
tupai berjalan ke arah kembali.
janur melambai tak menyelesaikan risau
tukang kebun pekik dalam parau
sepasang matannya membidik janur
:rupanya pada lambai gemulai
ada sebuah pengingkaran.
Dik-kodik, 13.03.15
Layang-Layang
musim panas selembut bentang dadaku
menyimak sunyi batu-batu
dan di atasnya, layang-layangmu
memanggil ibu kepada langit biru
du ah kacong!
bila layang-layangmu tersangkut duri rukam
sobeknya kurasakan di dada
kau yang paling mengerti cara menambalnya
hingga ia kau naikkan lagi ke udara
menutup sisa-sisa luka
du ah kacong!
menjelang senja, turunkan ia ke batas dada
aku ingin merasakan
ketenteraman matamu saat memegang layang-layang
barangkali seperti itu kelak segala yang mengawang
akan turun saat waktu lengang
dan mesti pandai menyimpannya dengan hati-hati
sebab esok hari
masih ada permainan lagi
Bungduwak, 2013
menyimak sunyi batu-batu
dan di atasnya, layang-layangmu
memanggil ibu kepada langit biru
du ah kacong!
bila layang-layangmu tersangkut duri rukam
sobeknya kurasakan di dada
kau yang paling mengerti cara menambalnya
hingga ia kau naikkan lagi ke udara
menutup sisa-sisa luka
du ah kacong!
menjelang senja, turunkan ia ke batas dada
aku ingin merasakan
ketenteraman matamu saat memegang layang-layang
barangkali seperti itu kelak segala yang mengawang
akan turun saat waktu lengang
dan mesti pandai menyimpannya dengan hati-hati
sebab esok hari
masih ada permainan lagi
Bungduwak, 2013
Bukit Turi
di pelataran bukit ini
kenangan lelap dan bangkit kembali
menjadi hijau daun-daun turi
rupanya musim-musim juga ada di matamu
menyimpan rahasia biografi sungai
yang pernah menghanyutkan kenangan kita kala sepi
bila musim hujan,
sungai itulah yang mengirim air ke kaki pohon-pohon turi
hingga daun-daunnya berseri
membangkitkan kita dari masa lalu yang perih
dan bila kemarau tiba,
sungai itu tak punya air selain cuma punya kata-kata
yang dikirim ke pohon turi itu
dengan bantuan angin yang memeram ngilu
vita, pada setiap daun turi yang hendak gugur itu
di bawahnya selalu ada aku
sebagai tanah yang siap dikunjungi ingatanmu
kenangan lelap dan bangkit kembali
menjadi hijau daun-daun turi
rupanya musim-musim juga ada di matamu
menyimpan rahasia biografi sungai
yang pernah menghanyutkan kenangan kita kala sepi
bila musim hujan,
sungai itulah yang mengirim air ke kaki pohon-pohon turi
hingga daun-daunnya berseri
membangkitkan kita dari masa lalu yang perih
dan bila kemarau tiba,
sungai itu tak punya air selain cuma punya kata-kata
yang dikirim ke pohon turi itu
dengan bantuan angin yang memeram ngilu
vita, pada setiap daun turi yang hendak gugur itu
di bawahnya selalu ada aku
sebagai tanah yang siap dikunjungi ingatanmu
Dik-Kodik, 02-09-13
***
(diangkat dari beberapa sumber)