Sajak-sajak Sri Indriyana
https://www.rumahliterasi.org/2019/05/sajak-sajak-sri-indriyana.html
Terlahir dengan nama Sri Indriyana pada tanggal 17 Desember 1977. Putri pertama dari Bapak Hasyim dan Ibu Hj,Fadhilah. Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Aengbajaraja Kabupaten Sumenep,kemudian Mts Attaufiqiyah Aengbajaraja, dan MAN Sumenep, Jawa Timur. Menyelesaikan program Diploma II PGSD di IKIP Malang (1995-1997), dan menyelesaikan SI PGSD di Universitas terbuka UNESA Surabaya.
Tahun 1999 diangkat sebagai PNS dan sekarang bertugas di SDN Sera Timur. Menulis beberapa buku antologi Kumcer Cinta Kedua(Penerbit Lingkar Antar Nusa), KumcerPerempuan Yang Kuceritakan padamu (Penerbit Intishar), Selamanya Santri(Penerbit KunFayakun), dan Kumcer Ibu (Penerbit Kun Fayakun) Menjuarai lomba puisi di beberapa media sosial diantaranya yang di selenggarakan FAM pada Lomba puisi bertema “Ibu”.
Alamat e mail : indriyanasri@gmail.com, Facebook : Sri indriyana, Nomer Hp : 085736107041
*****
*****
Terpanah Untuk Pertiwi
Melesat seiring gempita bergema
Di negeri memikul beban tak henti
Ini rusuk melengkung di pusaran pengabdian
Aku dan kamu masih berpijak disini
Pada rengkuh bumi negeri
Pradugamu menari liar di rimba anganmu
Ringkih menjulur merobek setia pada negeriku
Cantik molek bertelekung selendang pelangi
Pertiwiku merunduk kerjapkan rinai pada netra kejora
Gempita akan segera tiba
Atur barisanmu sebelum terompahmu terpijak
Tertinggal…terhimpit…terseret…terkoyak
Lalu akhiri saja sajak yang kau susun
Negeri ini tak dengar serapahmu
Dan tak perlu sedu sedan itu
Endapkan praduga yang bersemi
Bagimu negeri…kami haturkan bakti
Permintaan Hati
Sepokok kelor menjulang
Membersamaiku menyalakan asa
Pagi bersepuh warna merah dan biru
Tertegunku menatap cakrawala
Pertiwiku bangunlah
Usah kau lukis embun di netramu
Aku pewarna langit cerahmu
Hanya perona emas saja pada pagimu
Kami tak biasa bercerai rasa
Ini hanya celoteh biasa
Nanti juga akan terkubur sudah
Nanti akan lebih berwarna indah
Akan kami kalungkan pelangi di bahumu
Akan kami gaungkan lagi suaramu
Bersama ksatria berkalung sorban
Memekak menggetarkan persada
Hingga tak ada iris dalam lipatan
Kini pagi berderai
Berganti langkah kaki tegap siap
Untukmu negeri
Untukmu pertiwi
Kuabdkan diri dalam darah penuh janji
Ibu...jangan menangis lagi
Menapaki Senja
Bersolek riang ria
Tertata lengkung alis berperona
Tiada rasa penat lalui rasa
Tiada sesal sisa waktu tak terjamah
Hingga terlambat saat terbuka rasa
Merambati rona senja
Kelopak hati menghitam sudah
Jejak kaki terbalut debu noda
Tetap saja netra tertutup fana
Ya rabb...
Ini bukan jalan tersurat
Hanya kehalusan takabur meraja
Sementara dunia masih berotasi
Dan jiwa tak jua lelah
Hingga senja bergulir sudah
Ini saat malammu tiba
Berpendar cahaya atau gulita
Tak akan teraba jua
Pada dian penuh nyala atau terlupa
Kisahmu sebelum senja
Berukir pahatan penamu pada masa
Pada surga ataukah neraka
Atau kini kau masih belum terjaga
Malammu kan nyata tiba
Bersolek riang ria
Tertata lengkung alis berperona
Tiada rasa penat lalui rasa
Tiada sesal sisa waktu tak terjamah
Hingga terlambat saat terbuka rasa
Merambati rona senja
Kelopak hati menghitam sudah
Jejak kaki terbalut debu noda
Tetap saja netra tertutup fana
Ya rabb...
Ini bukan jalan tersurat
Hanya kehalusan takabur meraja
Sementara dunia masih berotasi
Dan jiwa tak jua lelah
Hingga senja bergulir sudah
Ini saat malammu tiba
Berpendar cahaya atau gulita
Tak akan teraba jua
Pada dian penuh nyala atau terlupa
Kisahmu sebelum senja
Berukir pahatan penamu pada masa
Pada surga ataukah neraka
Atau kini kau masih belum terjaga
Malammu kan nyata tiba
Bersama Cinta
Kasih...
Temani aku lagi pada semburat senja
Pada batas jenuh dan sepi melintasi
Membenci saat dirimu pergi
Menjauh dengan lambaian terkulai
Terasa nikmat perih ini
Aku baru memeluk aroma tubuhmu lagi
Dari bagian yang dulu tak terlihat
Lalu ku sentuh satu-satu
Jemari menggeliat pada aksara biru
Ah... aku teramat suka
Kasih...
Kita akan meronce cerita
Sampai habis bias pesona
Sampai ternyala puncak asmara
Lalu ku beritakan pada bianglala
Lewat desah tetes rinai mengembara
Kasih...
Sisa nada masih bernapas panjang
Mari dendangkan di depan rumah kita
Tak kan tergores serpihan rupa jelita
Hatiku tak kan berembun karena cinta
Kasih...
Temani aku lagi pada semburat senja
Pada batas jenuh dan sepi melintasi
Membenci saat dirimu pergi
Menjauh dengan lambaian terkulai
Terasa nikmat perih ini
Aku baru memeluk aroma tubuhmu lagi
Dari bagian yang dulu tak terlihat
Lalu ku sentuh satu-satu
Jemari menggeliat pada aksara biru
Ah... aku teramat suka
Kasih...
Kita akan meronce cerita
Sampai habis bias pesona
Sampai ternyala puncak asmara
Lalu ku beritakan pada bianglala
Lewat desah tetes rinai mengembara
Kasih...
Sisa nada masih bernapas panjang
Mari dendangkan di depan rumah kita
Tak kan tergores serpihan rupa jelita
Hatiku tak kan berembun karena cinta
Sketsa Perpisahan
Malam sunyi kelam hitam
Tertatap pada jasad pucat kaku
Tertutup derita tak teraba
Menunaikan perjanjian telah tiba
Pada kenangan berbau getir
Hanya aroma sunyi merebak
Tersisa pembaca kunci pintu langit
Serak bercampur angin beku
Menebar lolongan pilu
Tercerai ingin pada ruh terlepas
Namun langit tak akan runtuh pada tangisan
Pergilah yang pergi
Tak akan pernah kau dekap lama
Pertemua pada kekasih
Mungkin dulu telah terabai
Hingga puncak langitpun bergetar
Kini ruhmu bersandar
Pada pangkal bambu melingkar
Angin berjingkat letih
Perjalanan fana haruslah usai
Tiada kanvas yang terlukis lagi
Sepi menemani