Setumpuk Puisi Ahmad Maulana Jabbar

Ahmad Maulana Jabbar, anak juga akrab dipanggil Alan atau Jabbar, lahir di Sumenep 01 Juli 2001, Anak muda dan kalem ini, setamat tingkat SD di tanah kelahirannya kemudian mengembangan ilmunya di SMP A. Wahid Hasyim, serta MA Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng, Jombang Jawa Timur.Kini tercatat sebagai mahasiswa di UIN Walisongo Semarang jurusan Ilmu Falak.
Dalam organisai pernah aktif sebagai anggota dan kemudian menjadi Ketua Ikatan Keluarga Santri Madura PP Tebuireng . Sekarang menempat dirinya sebagai Kru Magang 2020 Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) JUSTISA UIN Walisongo Semarang
Menulis menjadi bagian dari kehidupannya, namun tulisan-tulisannya tidak banyak di ekspos kecuali beberapa puisi di terbitkan di media-media online. Tempat tinggal Alan di Madura, yakni Jl. Adi podai No. 31, Desa Kolor, Kabupaten Sumenep. Untuk komunikasi bisa dilihat di : IG : @Alan_jabbar, FB : AMaulana Jabbar, Email: Alanjabbar1234@gmail.com, WA/Tlp : 081515900674/ 085957145938
(Seni menyampaikan sebuah aspirasi dalam bentuk sajak dan puisi)
Ku dedikasikan semua tulisanku untuk sebuah misi literasi sebagai bukti bahwa diriku pernah menulis sebuah karya abstrak puisi dan sajak
***
Bait Renungan Malam
Bintang, bulan, dan malam
Ia memiliki ribuan cerita bagiku
Cerita tentang bagaimana untuk bersama
Meskipun ditengah perbedaan yang sangat nyata
Bagaikan malam yang tak indah tanpanya
Bagaikan fajar yang tak indah tanpa bintang-Nya
Bagaikan gelap yang tak terang karenanya
Malam mencoba selalu setia menemaniku
Ketika cobaan kian hilir berganti menjenguk
Membuatku terbangun dalam tidurku
Seakan menuntunku untuk bersujud
Menghadap pada sang pencipta ku
Lalu kutitipkan beberapa bait doa pada bintang
Dan ku berikan satu sajak pada bulan
Teruntuk tuhanku tentang dirimu
Aku, kamu, kita, mereka, dan segala perbedaan
~ Di salah satu sudut rumah
Sumenep, 31 Oktober 2020
Rasa Pancaroba
Ketika kemarau berganti
Sengat Panasnya mulai memuai
Rintik hujan dan angin hilir berganti
Menjejaki jengkalan tanah kota ini
Ketika mendung mulai berlalu
Mentari perlahan menerangi sendu
Mengenyahkan semua suntuk nan piluh
Kembalikan senyum yang sempat saru
Bocah cilik kegirangan dibuatnya
Akan hal biasa yang tampak istimewa
Berkejaran dengan penung gembira
Dibawah guyuran hujan mereka tertawa
Betapa bahagianya...
Rasa pancaroba...
~ tawa riang bocah desa
Sumenep, 5 November 2020
“Gumilang Hati”
Semalam suntuk aku terjaga
Menikmati gumilang hati yang datang tetiba
Desiran angin malam menjadi latar suasana
Sembari kuberbaring di teras atas rumah
Taburan bintang dalam kubah itu ...
Dalam jejeran garis galaksi bima sakti ku
Menjadi saksi sumringahnya hatiku
Menghapus sesaat semua yang tak perlu
Aduhai gumilang hati ini ...
Ku lepas semua penat dalam diri
Meski sesaat namun itu sangat berarti
Hadirmu bagiku menjadi teman dalam sepi
Termikasih dirimu ...
Tlah menjadi ispirasi malamku ...
Semoga rindu tak datang mengganggu ...
#dibawah taburan bintang bulan november
Sumenep, 8 November 2020
“Sandiwara Awan dan Senja”
Menilik di antara cecelahan awan putih
Cahaya jingga itu membujur indah kebawah
Seakan berkata pada awan tuk memberi celah
Sayangnya awan angkuh pada posisinya
Awan terlihat berlalu dengan bangga
Dengan kukuhnya seakan acuh pada senja
Sayup perlahan senja pergi dengan kecewa
Tenggelam terbawa gelap malam yang menyela
Luka rasa pedih senja
Tampak menyadarkan awan yang bersalah
Sebelum malam benar-benar menyela menjelma petang
Di perkenankannya lah siluet senja nan indah unjuk muka
~Suramadu KM 3
Surabaya, 16 November 2020
“Mimpi Panjang”
Tegap langkah busungkan dada
Kulit hitam kumal penuh luka
Loreng gagah berhelm baja di kepala
Tatapan tajam layu kelopak mata
Jatuh bangun ku menggapainya
Kecewa bangga sudah kurasa
mengharap bisa membuat bangga
dua malaikat ku dirumah sana
Angan yang sering terngiang
Menjadi sebuah mimpi panjang
Yang seakan bisa ku karang
Dan menjadi bayang bayang
Beranjak ku keluar dari zona nyaman
Berdiri lantang penuh kesadaran
Berusaha tak ingin menjadi beban
Meskipun akhirnya ku butuh bantuan
Semangat yang pernah layu kala itu
Tekad yang sempat pernah jadi abu
Air mata yang pernah terjatuh
Membuatku semakin teguh
Terhadap semua tujuanku
Juga pada seseorang yang menunggu
#Sang pemimpi
Sumenep, 20 November 2020
Merbabu
Siluet bayang hitam di kejauhan.
Menonjol gagah di tetepian kota.
Layaknya satria baja hitam di kegelapan.
Gahar auranya ku rasakan dari tol salatiga.
Kilauan cahaya lampu rintik di kejauhan.
Kilatan indah penghias gagahnya merbabu.
Candu pendakian datang bak asmara kerinduan.
Mengkikis tekad untuk kembali bertamu.
Sabana, samudera awan...
Semua hal tentang pendakian...
Mengiang dalam pikiran termangu.
Rinduku pada gunung kini terwakilkan merbabu.
Tol salatiga, 25 November 2020
Retorika Petang
Dibawah Purnama
Kirana menyelimuti malam
Beradu terang dengan sorot lampu jalan
Di tengah petangnya alam
Hanya kopi, kacang dan secarik kertas
Yang tergores tinta di atasnya
Tergambar sebuah logam peradaban
Menjadi bilur yang tak kunjung usai
Berpadu dalam morse nan sukar
Tersulut lalu memuai
~Asumsi dari sudut ruang tamu
Semarang, 1 Desember 2020
Berusaha Mengerti Pada Diri Sendiri
Bagaimana cara melepaskanmu ?
Sedangkan menggenggammu saja belum.
Cinta itu selalu punya cara tersendiri.
Mempertemukan yang terbuang,
Atau menyatukan yang hilang.
Menjadi terang tak perlu kau menjadi bulan.
Menjadi Gelap tak perlu kau menjadi malam.
Menjadi dirimu sendiri saja sudah tak karuan.
Apalagi menjadi bagian dari hidup seseorang ?
Pastilah susah tuk di genggam.
Semarang, 4 Desember 2020
Saksi Bisu Malam Rabu
Dingin angin malam menyaksikan.
Seorang lajang dari sudut ngaliyan.
Di bawah taburan rintik halus gerimis.
Ada potongan asa yang telah terkikis.
Ibarat air dan batu yang menetes ketus.
Sebuah batu yang dulu kuat dan halus.
Kini harus siap dan bahkan tengah tergerus.
Semarang, 4 Desember 2020
Kandas Pada Karang
Bak kapal menghantam karang lalu karam.
Hancurnya membuatku merasa suram.
Sedianya diawal memupuk harapan.
Dan akhirnya menuai kekecewaan.
Labil dibina, tua mencerca...
Rendah di angkat, Tinggi menginjak...
Kecil disayang, besar melupakan...
Aku kecewa dengan semua keadaan.
Sudahlah...
Aku tak sanggup melanjutkannya...
Semakin bercerita semakin muak saja.
Kuharap kau kembali, kutunggu disini.
Ngaliyan, 5 Desember 2020
Menyerahkah Tidak ?
Retorika hati bergejolak naik turun.
Denyut nadi menggebu menalun.
Serasa tak sanggup ku bendung.
Apa yang terjadi membuatku rendung.
Ah, aku kembali pada penyesalan atas yang terjadi.
Kembali tak bisa menerima semuanya tadi.
Ingin ku melarungkan niatku pada samudera.
Agar ia membawanya hanyut jauh entah kemana.
Tengah berusaha tak menyesali.
Karena ada sebuah komitmen dalam diri.
Bahwa mencintai tak harus memiliki.
Dan jika pergi, ya sudah tak usah di sesali.
Ia hanya satu, tak bisa memang dipungkiri.
Hanya mencoba memantaskan diri
Ah, dasar memang perasaan penuh lara.
Membuat orang muak saja.
Semarang, 5 Desember 2020
Pilihan