Lima Sekawan yang Menginspirasi
Cerita anak: Beryl Abadi
Di kota kecil ini, yang penuh warna dan keberagaman, hiduplah lima sahabat yang tak terpisahkan: Muhammad, Wayan, Dharma, Yulius, dan Yosef. Mereka dikenal sebagai “Lima Sekawan,” bukan hanya karena persahabatan mereka yang kuat, tetapi juga karena rasa empati dan kepedulian mereka terhadap sesama, tanpa memandang perbedaan agama dan keyakinan.
Suatu hari, ketika liburan sekolah tiba, mereka berkumpul di taman kota seperti biasa.
“Teman-teman, aku dengar di kampung sebelah ada keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya. Bagaimana kalau kita coba membantu mereka?, ” ujar Muhammad membuka pembicaraan,
“Setuju! Kegiatan seperti ini membuat aku merasa kita benar-benar bisa saling menguatkan, bukan hanya antar teman, tapi juga antar umat beragama.” Wayan mengangguk,
“Aku juga ingin ikut. Kita bisa menggalang donasi dari tetangga dan teman-teman kita. Aku yakin banyak yang mau membantu.” Dharma menambahkan
“Bagus, kita bisa buat pengumuman di gereja dan juga di sekolah masing-masing.” ujar Yulius tersenyum,
Yosef yang biasanya pendiam pun ikut bicara, “Dan kita bisa membersihkan tempat ibadah di kampung itu juga, supaya suasananya jadi lebih nyaman untuk mereka berdoa.”
Mereka pun segera membagi tugas. Muhammad dan Yulius bertugas menghubungi komunitas di masjid dan gereja, Wayan dan Dharma mengajak tetangga di sekitar rumah mereka, sementara Yosef mengatur jadwal kebersihan di tempat ibadah.
Selama beberapa minggu, mereka mengumpulkan donasi berupa uang, buku pelajaran, dan perlengkapan sekolah lainnya. Tak hanya itu, mereka juga mengadakan kerja bakti membersihkan masjid, gereja, kelenteng, vihara, dan pura di sekitar kota. Masyarakat pun mulai tergerak melihat semangat dan ketulusan kelima anak ini.
Suatu sore, saat mereka sedang membersihkan pura, Pak Made, seorang tetua desa, menghampiri mereka.
“Kalian anak-anak hebat. Aku bangga melihat persatuan seperti ini. Perbedaan agama bukan penghalang untuk saling membantu dan berbagi kasih.”
“Pak Made, kami hanya ingin menunjukkan bahwa kita semua bisa hidup berdampingan dan saling mendukung, apapun keyakinan kita.” ungkap Muhammad tersenyum,
“Semoga semangat kalian menular ke seluruh masyarakat.” Pak Made mengangguk,
Kegiatan mereka yang sederhana itu pun menjadi inspirasi bagi banyak orang. Masyarakat mulai lebih sering bergotong royong, mengadakan acara lintas agama, dan saling membantu tanpa memandang perbedaan.
Pada akhirnya, kelima sahabat itu tidak hanya berhasil membantu keluarga yang membutuhkan, tapi juga membangun jembatan persahabatan dan kedamaian di tengah keberagaman yang ada. Mereka membuktikan bahwa dengan empati dan kerja sama, perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekuatan untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Cerita tentang “Lima Sekawan” ini menyebar luas, mengajarkan kita bahwa kebaikan hati dan rasa empati mampu mengubah dunia, satu tindakan kecil pada satu waktu. Dan di balik semua itu, kelima sahabat itu tersenyum, karena mereka tahu, persahabatan dan kebajikan adalah harta yang tak ternilai harganya.
Pilihan