Perjalanan Seru Pahlawan Literasi ke Bali


Cerita Pendek: Rulis

(Perjalanan inspirasi para aktifis Rumah Literasi Sumenep)

Di suatu pagi yang cerah, dua mobil terparkir rapi di depan Rumah Literasi Sumenep. Mobil pertama milik Tika, dan mobil kedua milik Mike. Dua belas pahlawan penggerak literasi—Yuli, Wiwin, Tika, Taufik, Sudahri, Yani, Mike, Johan, Kiki, Fifin, Fendi, dan Budi—bersiap untuk memulai perjalanan yang sudah lama dinantikan: wisata ke Bali.

“Yuk, semua masuk! Jangan sampai ada yang ketinggalan,” seru Tika sambil membuka pintu mobilnya.

Mike yang sudah duduk di kursi pengemudi mobil kedua, membalas, “Iya, Tika. Kita harus bawa semangat literasi sampai ke Bali!”

Yuli yang duduk di samping Tika, tersenyum, “Semangat! Tapi jangan sampai semangat itu habis di jalan ya. Kan nanti kita harus tetap ceria di Bali.”

Wiwin yang duduk di belakang menyelipkan candaan, “Kalau aku sih, semangatnya ada asal ada camilan. Jangan sampai kelaparan di jalan, nanti bisa berantem tuh.”

Tawa pun pecah di dalam mobil. Kiki yang duduk di sebelah Wiwin menimpali, “Kalau aku, semangatnya tergantung sinyal. Kalau sinyal jelek, mood juga jelek.”

“Wah, kalau gitu kita pastikan sinyal di Bali kuat ya, biar kamu nggak bete,” kata Johan sambil tertawa.

Mobil pun melaju meninggalkan Sumenep. Jalanan yang menuju Bali cukup panjang, tapi semangat mereka tetap membara. Di dalam mobil milik Tika, suasana penuh canda tawa.

“Taufik, kamu bawa playlist musik apa? Jangan sampai musiknya bikin ngantuk,” tanya Fendi yang duduk di belakang.

Taufik dengan gaya santai menjawab, “Tenang, aku sudah siapkan playlist lagu-lagu semangat dan lagu-lagu daerah buat nostalgia.”

“Wah, asik tuh! Bisa joget-joget di jalan,” kata Budi sambil tertawa.

Di mobil Mike, suasana juga tak kalah meriah. Mike yang mengemudi sambil sesekali menyanyi pelan, ditemani oleh Yani dan Sudahri yang asyik ngobrol tentang perkembangan literasi di daerah mereka.

“Sudahri, kamu ingat nggak waktu kita pertama kali bikin program baca buku di desa?” tanya Yani.

“Ingat banget! Waktu itu anak-anak sampai rebutan buku. Senangnya lihat mereka semangat membaca,” jawab Sudahri dengan mata berbinar.

“Ya, itulah yang buat aku nggak pernah bosan jadi aktivis literasi,” katanya lagi.

Sambil tertawa dan berbagi cerita, waktu terasa cepat berlalu. Saat mereka sampai di sebuah rest area untuk istirahat, Tika berkata, “Ayo, kita isi bensin dan makan dulu. Nanti perjalanan ke Bali masih panjang.”

Di rest area itu, mereka makan bersama sambil bercanda. Johan yang biasanya pendiam, tiba-tiba melontarkan lelucon yang membuat semua orang tertawa terpingkal-pingkal.

“Eh, kalian tahu nggak kenapa literasi itu penting? Karena tanpa literasi, kita nggak tahu cara baca petunjuk makan di warung ini!” ujar Johan dengan gaya serius tapi kocak.

“Wah, bener juga tuh! Kalau nggak literasi, bisa-bisa kita makan yang salah,” balas Wiwin sambil tertawa.

Setelah istirahat, perjalanan dilanjutkan. Di mobil Tika, suasana semakin hangat. Kiki dan Fifin mulai berdebat lucu soal buku favorit mereka.

“Aku sih lebih suka novel fiksi. Ceritanya seru dan penuh imajinasi,” kata Kiki.

“Nah, aku lebih suka buku nonfiksi. Ilmu yang didapat langsung bisa dipraktekkan,” sahut Fifin.

“Kalau aku sih, yang penting bukunya tebal, biar kelihatan pinter,” goda Budi yang membuat semua tertawa.

Sementara itu, di mobil Mike, diskusi hangat tentang program literasi masih berlanjut, tapi tiba-tiba Mike membawakan sebuah kuis ringan.

“Oke, siap-siap ya. Siapa yang bisa jawab ini? Apa singkatan dari literasi?”

“Literasi itu... baca dan tulis, kan?” jawab Yani cepat.

“Betul! Tapi kalau menurut aku, literasi itu singkatan dari ‘Lihat, Tulis, Rasakan, Sampaikan, Inovasi, dan Inspirasi’,” jelas Mike sambil tersenyum lebar.

“Wah, keren! Aku baru tahu itu,” ujar Sudahri kagum.

Malam pun tiba ketika mereka sampai di Bali. Mereka menginap di sebuah vila yang nyaman dan asri. Suasana Bali yang tenang dan sejuk membuat semua merasa rileks.

Di malam pertama, mereka berkumpul di teras vila. Tika membuka obrolan, “Gimana, seru nggak perjalanan kita?”

“Seru banget! Aku nggak nyangka kita bisa tetap heboh walau di jalan,” jawab Wiwin.

“Kalau aku sih, siap-siap buat eksplor Bali esok hari,” kata Yuli.

“Eh, jangan lupa bawa kamera ya. Aku pengen banget dokumentasi perjalanan kita,” timpal Johan.

Mereka pun mulai berbagi rencana untuk hari-hari berikutnya. Namun, tentu saja, tak lupa dengan canda dan tawa.

“Eh, Fendi, kamu jangan cuma foto-foto, nanti kita minta kamu jadi fotografer resmi Rumah Literasi,” goda Kiki.

Fendi yang biasa tenang, kali ini ikut tertawa, “Siap, siap! Tapi jangan harap aku edit fotonya bagus ya.”

Hari-hari di Bali pun penuh dengan petualangan. Mereka mengunjungi pantai, melihat pura, dan mencicipi kuliner khas Bali. Dalam setiap aktivitas, selalu ada canda dan cerita yang membuat perjalanan ini semakin berkesan.

Suatu sore, di tepi pantai, Taufik mulai cerita, “Kalian tahu nggak, di Bali ini aku dapat inspirasi buat program literasi baru. Mungkin kita bisa gabungkan seni dan literasi.”

Yani mengangguk, “Iya, aku juga dapat ide buat workshop menulis dengan tema budaya lokal.”

Wiwin menambahkan, “Kita harus manfaatkan momen ini untuk terus berkembang.”

Malam terakhir sebelum pulang, mereka menghabiskan waktu dengan api unggun di halaman vila. Cahaya api yang hangat menambah keakraban.

“Tuhan, terima kasih sudah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dan berbagi cerita,” ucap Budi.

“Betul, semoga semangat literasi ini terus menyala,” harap Tika.

Sambil menikmati suasana, Johan tiba-tiba berkata, “Eh, besok pulang jangan lupa bawa cerita seru buat anak-anak di Rumah Literasi ya.”

“Siap! Tapi jangan harap besok di mobil bakal seheboh ini, soalnya pasti kita semua capek,” jawab Fifin sambil tersenyum lelah.

Benar saja, saat perjalanan pulang, suasana di kedua mobil jauh lebih sunyi. Obrolan yang biasanya ramai berubah menjadi hening, karena kelelahan setelah tiga hari penuh aktivitas.

Sesampainya di Sumenep, mereka langsung kembali ke aktivitas masing-masing. Ada yang menjadi guru, dosen, penulis, dan berbagai profesi lainnya, tapi semangat mereka sebagai pahlawan literasi tetap menyala.

Perjalanan ini bukan sekadar wisata, tapi juga pengingat bahwa literasi adalah semangat yang harus terus dijaga dan dibagikan, tak peduli di mana pun mereka berada.

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 8385199056239083385

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close