Seni Mengajukan Pertanyaan, Membuat Lawan Terpojok
https://www.rumahliterasi.org/2025/09/seni-mengajukan-pertanyaan-membuat.html
Pernahkah Anda berada dalam situasi debat dimana Anda yakin lawan bicara salah, namun Anda kesulitan untuk membuktikannya? Terkadang, menyodorkan fakta secara langsung justru memicu denial dan debat kusir yang tidak produktif. Ada seni yang lebih elegan dan efektif untuk mengungkap kebenaran dan kelemahan suatu argumen, yaitu melalui pertanyaan yang dirancang dengan cermat. Seni ini bukan tentang menjatuhkan, melainkan tentang membimbing lawan bicara untuk melihat celah dalam pemikirannya sendiri.
Tujuan dari mengajukan pertanyaan ini bukan untuk mempermalukan atau bersikap agresif, melainkan untuk mendorong pemikiran kritis dan membongkar ketidakkonsistenan secara logis. Dengan teknik yang tepat, Anda bisa mengendalikan alur percakapan, membuat lawan bicara merenungkan pendapatnya, dan pada akhirnya mencapai pemahaman yang lebih jelas tanpa perlu terlibat dalam adu argumen yang emosional. Ini adalah keterampilan diplomasi dan logika yang sangat powerful.
1. Gunakan Pertanyaan Socratic untuk Menelusuri Asumsi Dasar
Metode Socrates adalah teknik klasik yang tak lekang oleh waktu. Alih-alih menyerang kesimpulan lawan, ajukan serangkaian pertanyaan yang menggali premis atau asumsi yang mendasari pendapat mereka. Mulailah dengan pertanyaan seperti, "Bisa dijelaskan lebih lanjut apa yang membuat Anda sampai pada kesimpulan itu?" atau "Apa asumsi utama yang kita pegang dalam kasus ini?". Pertanyaan ini memaksa lawan untuk membongkar argumennya layer by layer, seringkali membuat mereka menyadari asumsi mereka yang tidak terbukti.
2. Ajukan Pertanyaan Hipotesis untuk Menguji Konsistensi
Cara terbaik menguji sebuah argumen adalah menerapkannya pada skenario yang berbeda. Ajukan situasi imajiner atau analogi yang paralel dengan logika yang mereka gunakan. "Jika kita menerapkan prinsip yang sama pada kasus X, apakah hasilnya akan tetap konsisten?" atau "Bagaimana pendapat Anda jika peran dalam situasi ini ditukar?". Jika argumen mereka tidak konsisten dalam skenario lain, maka kelemahannya akan terpampang jelas.
3. Minta klarifikasi untuk Menyempitkan Definisi yang Kabur
Banyak argumen lemah bersembunyi di balik terminologi yang samar dan tidak terdefinisi dengan baik. Tugas Anda adalah menjernihkannya. Ketika lawan menggunakan kata-kata seperti "selalu", "tidak pernah", atau istilah abstrak seperti "kebebasan" atau "keadilan", tanyakan, "Apa yang Anda maksud secara persis dengan kata 'selalu'? Bisakah Anda memberi contoh?" atau "Bagaimana Anda mendefinisikan 'keadilan' dalam konteks ini?". Memaksa mereka untuk mendefinisikan terms dengan spesifik seringkali membuat argumen mereka runtuh dengan sendirinya.
4. Gunakan Pertanyaan "Bagaimana" untuk Membongkar Mekanisme
Pertanyaan "mengapa" seringkali dijawab dengan justifikasi yang masih abstrak. Sebaliknya, pertanyaan "bagaimana" meminta penjelasan mekanis yang konkret dan jauh lebih sulit untuk dielak. "Anda mengatakan kebijakan ini akan berhasil. Bisa jelaskan secara spesifik bagaimana cara kerjanya mengatasi masalah A?" atau "Bagaimana tepatnya langkah-langkah yang Anda usulkan akan diimplementasikan?". Pertanyaan ini memaksa lawan untuk pindah dari retorika ke wilayah praktis, dimana kelemahan biasanya mulai terlihat.
5. Eksplorasi Konsekuensi Logis (Reductio ad Absurdum)
Teknik ini melibatkan penerimaan sementara premis lawan bicara lalu menggali konsekuensi logisnya hingga sampai pada sebuah kesimpulan yang absurd atau jelas-jelas tidak diinginkan. "Jadi, jika kita menerima pandangan bahwa [premis mereka], maka apakah konsekuensi logisnya adalah [konsekuensi absurd]?" Dengan melakukan ini, Anda tidak langsung menyerang, tetapi menunjukkan bahwa premis mereka sendiri yang mengarah pada hasil yang tidak masuk akal.
6. Fokus pada Poin Sentral dan Hindari Perangkap Detail Sekunder
Lawan yang cerdik mungkin akan mencoba mengalihkan pembicaraan ke detail kecil atau isu sampingan untuk menghindari inti masalahnya. Tetaplah fokus. Setelah mereka menjawab, selalu bawa kembali ke poin utama. Katakan, "Itu menarik, tapi bisanya kita kembali ke pertanyaan awal saya tentang...?" atau "Sebelum kita ke sana, saya ingin klarifikasi dulu mengenai poin utama tadi.". Pengendalian alur percakapan ini membuat lawan tidak bisa lari dari pertanyaan Anda yang paling membebani.
7. Dengarkan Jawabannya dan Ajukan Follow-up yang Tajam
Kekuatan terbesar seringkali terletak pada pertanyaan kedua dan ketiga, bukan yang pertama. Dengarkan benar-benar jawaban yang diberikan. Cari celah, ketidakkonsistenan, atau hal yang dihindari dalam jawaban mereka. Kemudian, ajukan pertanyaan lanjutan yang langsung menargetkan celah tersebut. "Tadi Anda mengatakan A, tapi sekarang Anda menyebutkan B. Bisakah Anda membantu saya menyelaraskan kedua pernyataan itu?" Pertanyaan follow-up yang tepat menunjukkan Anda benar-benar menyimak dan membuat lawan terjebak dalam jaring logika mereka sendiri.
Sumber akun FB: Muhammad Salim Akbar
Pilihan