Membangun Pesona Pariwista Madura: Butuh Keseriusan, Bukan Lewat Slogan, Tetapi Tindakan Nyata.
Madura sesungguhnya menyimpan sejuta pesona—pantai-pantai perawan yang memantulkan langit biru, kuliner yang menggoda lidah, serta tradisi dan budaya yang hidup dalam denyut keseharian warganya. Namun, di balik potensi besar itu, pariwisata Madura masih tertatih menapaki jalan panjang menuju pengakuan yang layak. Banyak wisatawan yang belum mengenal kekayaan pulau ini, bukan karena Madura tak menarik, tetapi karena berbagai kendala yang membuat pesonanya tertutup debu ketertinggalan.
Masalah utama sering berakar dari infrastruktur yang belum sepenuhnya siap. Jalan menuju lokasi wisata masih banyak yang rusak, transportasi umum belum mendukung mobilitas pengunjung, dan fasilitas dasar seperti penginapan, toilet umum, atau tempat makan sering kali belum memadai. Dalam konteks ini, tanggung jawab besar berada di tangan pemerintah daerah. Pembangunan fisik tidak bisa lagi bersifat tambal sulam. Harus ada kebijakan yang terintegrasi, di mana sektor pariwisata diposisikan sebagai lokomotif ekonomi daerah. Peningkatan kualitas jalan, akses jembatan, hingga konektivitas antar-kabupaten di Madura menjadi langkah awal yang tak bisa ditunda.
Namun infrastruktur bukan satu-satunya kunci. Sumber daya manusia adalah ruh dari pariwisata itu sendiri. Pengelola wisata, pemandu, dan masyarakat sekitar destinasi seharusnya tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor utama dalam menciptakan pengalaman berkesan bagi wisatawan. Pemerintah dan lembaga pendidikan bisa bersinergi untuk menyelenggarakan pelatihan—mulai dari manajemen wisata, pelayanan publik, hingga kemampuan berbahasa asing. Madura tak akan dikenal luas jika warganya tidak menjadi juru cerita yang andal bagi keindahan tanah kelahirannya.
Sayangnya, promosi pariwisata Madura masih kalah nyaring dibandingkan destinasi lain di Jawa Timur. Padahal, di era digital, kekuatan narasi dan citra visual menjadi senjata utama. Pemerintah dan pengelola wisata perlu berani berinovasi dalam memperkenalkan Madura: bukan sekadar spanduk dan brosur, melainkan strategi branding yang kuat di media sosial, film pendek, hingga festival budaya yang mampu menarik perhatian nasional bahkan internasional.
Lebih jauh, koordinasi antarpemangku kepentingan juga harus diperkuat. Pariwisata tidak bisa berkembang bila pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat berjalan sendiri-sendiri. Madura membutuhkan forum komunikasi yang rutin, wadah kolaborasi tempat ide-ide lokal bisa diterjemahkan menjadi kebijakan nyata. Banyak potensi wisata alam dan budaya yang bisa digarap bersama, asalkan ada kesadaran bahwa keuntungan pariwisata tidak hanya milik investor, tetapi milik seluruh masyarakat.
Konsep community-based tourism dapat menjadi arah baru bagi kebangkitan pariwisata Madura. Dengan melibatkan masyarakat sebagai pengelola utama, destinasi akan tumbuh lebih berkelanjutan dan autentik. Wisatawan datang bukan hanya untuk melihat, tetapi untuk merasakan kehidupan masyarakat lokal, belajar dari kearifan tradisional, dan berinteraksi langsung dengan budaya yang masih hidup.
Akhirnya, masa depan pariwisata Madura terletak pada kemauan bersama untuk berubah. Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator yang tanggap, pengelola wisata menjadi inovator yang kreatif, dan masyarakat menjadi penjaga nilai serta identitas lokal. Jika semua pihak mampu berjalan beriringan, bukan tidak mungkin Madura akan bangkit sebagai destinasi unggulan—bukan sekadar tempat singgah, tetapi ruang pengalaman yang menanam kesan mendalam bagi siapa pun yang datang.
Pulau garam itu hanya menunggu satu hal: keseriusan untuk menjadikannya bersinar, bukan lewat slogan, tetapi lewat tindakan nyata.
(diangkat dari beberapa sumber)
Pilihan




