10 Pentigraf Yudi Hermawanto: Dari Cincin Pertunangan sampai Rokok Terakhir
Pentigrafis: Yudi Hermawanto
Cincin Pertunangan
Ruang tamu di rumah kecil itu serasa bergetar dengan kegembiraan saat waktu dihalalkan hubungannya itu ditetapkan..
Senyum bahagia om Ei mengembang. Dalam hati ia gelisah bertanya-tanya apakah nanti saat duduk dipelaminan, suasana ini tetap sama ? Meski tersirat, ia melihat bara yang mulai terpercik dalam pertemuan itu. Sang calon wanita menampik upacara panggih manten. "Gak ada tuntunannya". Pelan namun tegas membuat batas antara dia dan keluarganya. Sebagai orang Jawa, bundanya menghendaki saat waktunya tiba ada adat yang mengikat mereka, sebagaimana terjadi pada kakak-kakaknya saat menuju pelaminan. Disepakati, tanggal 17 ini om Ei duduk dipelaminan. Sesuai rencana, hanya pak modin, orang tua dan keluarga saja yang hadir. Mereka setuju tak ada adat dalam acaranya..
30 hari menjelang acara besar itu justru jarak antara mereka semakin melebar. Jangankan sapa, dalam doa saja nama mereka tak pernah saling sebut. Hingga pukul 4 sore itu om Ei hanya diam. Ia mengeraskan hati menerima kembali cincin pertunangan yang pernah ia selipkan di jari wanita itu. Dunianya telah runtuh mendengar Tante Amel berkata kalau ia tak menghendakinya lagi.
Surabaya, 17/7/22
Obat Keras Penyambung Nyawa
Sungguh, sebuah kejadian tragis dalam hidup telah menimpa Gus Nur. Ia tahu sebagai penglaju harus pandai - pandai berhitung masalah gaji. Jelas jumlahnya tak cukup untuk hidup secara berlebih. Apalagi sudah 2 bulan terakhir begitu banyak potongan yang harus dibayarkan. Beras yang dibawakan oleh orang tua dari desa kini seringkali hanya bisa bersanding dengan kuah bakso, yang dibelinya tiap pulang ke kosan, ditambah kerupuk dari Yuk Sri. Ia tak butuh makanan bergizi tinggi yang sebetulnya sangat dibutuhkan tubuhnya yang ringkih. Sering, demi menahan lapar, Gus Nur menidurkan dirinya.
Kali ini di pojok gudang tempatnya tidur ia termangu - mangu. HP, alat kerja utamanya selama ini sedang rusak. Harga perbaikan yang ia cari di internet hampir seperempat gajinya. Ingin sekali dibawanya ke tukang servis namun masih ada waktu 2 pekan lagi sebelum gajian tiba. Dibukanya dompet lusuh yang kini setipis kertas itu. Dikeluarkan dan dihitungnya perlahan. "Tak cukup". Batinnya. Ia remas - remas rambut dikepala berharap beban itu ikut terlepas. Bimbang, apalagi yang bisa dikurangi dari kebutuhan hidupnya itu. Matanya nanar saat melihat cairan hitam kecoklatan di sudut meja. Bibirnya sedikit terangkat
Diambilnya obat keras dari kotak P3K itu. Perlahan diminumnya meski terasa membakar tenggorokannya. Pahitnya luar biasa. Harapannya dana sosial dari perusahaan yang nanti diberikan kepadanya dapat dipakai membayar biaya servis HP, sedangkan untuk pengobatan ia pasrahkan saja kepada BPJS. Tersenyum ia mulai menahan sakit yang menyerang ususnya.
Sby, 28/8/2022
Malam Jahanam
Hujan deras mengguyur petak-petak kamar kos-koan itu. Dipadu hembusan angin yang menambah suasana mistis dan dingin. Didalamnya Rumi hanya tertunduk diam. Matanya tak mampu menantang sorot mata seseorang yang duduk ditempat tidurnya yang hanya ia alasi dengan kardus tivi. "Maafkan Rum, Aku harus mengatakan ini kepadamu." Pelan, setengah berbisik, saking pelannya Rumi harus mendekatkan kepala agar suara itu sampai ke gendang telinganya. .
Air yang berdentam memukul atap genting itu tak bisa teredam oleh plafond retak dibawahnya, ditambah degup jantung yang membuat Rumi menjadi tuli. Pelan, diraih pergelangan Rumi. Meski kaget, dibiarkan saja tangannya diraih ke ujung bibir orang itu. Gemetar seluruh tubuh Rumi. Gelenyar yang tak pernah dirasakannya selama ini. Meruntuhkan naluri kewanitaannya. Rumi berjengit, kaget. Entah bunyi geluduk atau sentuhan bibir orang itu..
Jijik, segera Rumi jauhkan kepalanya. Namun tangan itu menahan bahunya. "Aku mencintaimu, Rum." Ucapan yang segera menghentikan gerakannya. Matanya terbelalak dan bibirnya melongo. Dengan lembut bibir itu kembali menciumnya. Rumi berusaha keras menolak adegan ganjil itu. Nafasnya mulai memburu, sekeras angin yang menggedor pintu kamar, seolah mengingatkannya. Rumi kehilangan akal sehatnya. Ia tenggelam dalam sensasi hingga pagi menjelang. Pelan, saat sadarnya kembali, ia dihajar rasa hina yang begitu kuat. Linglung tak tahu harus berkata apa saat orang yang semalam meluluhlantakkan kewarasannya itu meminjam tumpukan kerudungnya, pengganti miliknya yang basah untuk pulang.
Sby, 23/10/2022
Perempuan Malam Di Ujung Gang
Cak Kin menguatkan hatinya. Ia tak percaya di jaman modern ini masih ada setan dedemit atau kuntilanak. Bahkan, ia berniat adu kuat dengan mereka. Ini penting, pikirnya, untuk menegaskan kepenguasaan dirinya atas jalur rejekinya. Maklum, ia sering begadang malam sebagai pedagang sate keliling. Meski demikian untuk jaga-jaga ia membekali dirinya dengan Pecut Sakti Amal Rasuli, pecut gaib pemberian pak Lik Broto, makelar sapi di Pasar Wage. Konon, senjata ini amat ampuh membakar berjenis iblis gentayangan penganggu pedagang malam seperti dirinya.
Rabu malam kali ini suasana jalan di gang Sledri sangat sepi. Meski tak hujan, rembulan sepertinya malas mengusir awan yang menutupinya. Jadilah gelap bertambah kelam. Sambil berjalan mendorong gerobak satenya, Cak Kin berteriak dengan nada khasya. Bau sisa bakaran sate yang sengaja tak dibersihkannya memberikan aroma sendiri. Dikeremangan malam, Cak Kin melihat calon pembelinya. Seorang perempuan muda berambut sepinggang melambaikan tangan agar ia mendekat. Entah mengapa gerobak yang didorongnya terasa berat. Pelan ia raba pecut gaibnya itu. Angin tiba - tiba muncul menyalakan latu arang batoknya membuat nyalinya ciut. Tersenyum manis, ia minta dibuatkan 50 tusuk. Dengan gemetar ia memenuhi pesanan itu. .
Tiba - tiba getar suara HP mengagetkan wanita itu. "Iya, tunggu... Ibu sudah pesankan". Katanya. Lega Cak Kin mendengarnya. Mana ada setan HPan pikirnya. Wanita muda yang teramat cantik itu memberikan uang kepadanya. Dihembus-hembuskannya uang itu "laris-laris" katanya tak menyadari warna putih yang memenuhi lentik mata perempuan itu.
Sby, 4/11/2022
Blood Moon
Luigi hanya terdiam memandang Blood Moon. Fenomena bulan yang menghilang karena gerhana lalu muncul dengan warna merah membara. Baginya keindahan itu adalah anugrah. Sekaligus kutukan. Rambutnya yang memanjang menutupi wajahnya yang tampan. Rahangnya mengeras. Lengan bertonjolan daging menegaskan kekerasan yang dilakukannya selama ini.
Diusianya yang masih amat muda di sukunya, 200 tahun, ia memang pantas menjadi Alfa. Pemimpin klan werewolf yang sangat rahasia dan berbahaya. Kekuasaan mutlak yang ia perebutkan dengan membunuh pemimpin klan sebelumnya melalui pertarungan brutal dan mematikan. Blood moon kali ini mengingatkannya pada perkelahian hidup mati dengan Iblis itu.
Tangan berlumuran darah itu mencengkeram leher, senyum buasnya melebar, siap melumat. Luigi tak ingat jelas rupa mahluk itu. Kedua bola matanya remuk terkena pukulan. Dalam liar tangannya menggapai - gapai. Sebuah benda ia temukan dan sekuatnya ia hunjamkan ke jantung mahluk itu. Anyir darah yang memuncrat membuat kerongkonganya terbakar, dicengkeram balik mahluk buas itu, dan digigitnya leher berbulunya. Brutal ia teguk cairan kental menjijikkan. Gelegak darah yang tak habis-habisnya mulai berpindah tuannya. Ajaibnya, bola mata yang rusak itu sel - selnya mulai memperbaiki dirinya. Dengan sedikit terpicing, ia melihat sosok yang menyerangnya itu kembali berubah bentuk menjadi manusia, sosok lembut yang selalu di panggilnya Papa itu tersenyum. Matanya memutih saat selembar nyawanya tercabut
Sby, 9/11/2022
Pak Poh
"Wes, Yah..Ndang jupuk en, bagiane sampean". Pak Poh terpaku melihat tumpukan uang dijejer di atas meja. Nampak kesedihan di wajah tuanya. Terpekur ia memandang anak dan menantunya yang duduk agak menjauh. Diliriknya sang istri yang sibuk menggendong cucu pertamanya. Kabut air mata mulai turun. Sekuat tenaga digigitnya bibir agar tangisnya tak bersuara. Dulu, di masa perkasanya, uang seperti tak berarti. Santer dikampung ia mendua hati, dan itu diakuinya sendiri kalau ia memang bajingan.
Siapapun tak menyangka laki - laki ber motor besar dan Dji Sam Soe yang tak pernah lepas dari bibir itu kini harus kehilangan segalanya. Kedua kaki yang ditekuk di depan dada itu semakin menambah keringkihannya. Anak semata wayang yang selalu digadang siang malam dengan kejam menyingkirkannya dari rumah mungil itu. Harapannya memudar seiring tangis yang tak lagi bisa dibendungnya..
Pelan ia bangkit berdiri mengambil tumpukan uang hasil nyusuk i rumah itu. Semua menahan nafas, karena itulah saat terakhir keluarga melihatnya di rumah yang dibangun dengan susah payah. Diulurkan tangannya untuk mengambil tumpukan uang seratus juta itu. Kepalanya menoleh kearah kedua cucu kembar yang sengaja dijauhkan darinya hari itu. Matanya terpejam. Ia hanya mengambil uang Rp. 350.000 dan memisahkan dari gebok ratusan lainnya di atas meja. Isak tangisnya meledak. Dengan lirih ia berkata, "Ini, untuk bayar biaya makamku". Ia pergi dari rumah tanpa membawa apa - apa selain sisa harga diri dan kesedihan yang teramat dalam.
Sby, 12/11/2022
Keteguhan Astuti
"Umpama kita tak menikah, masing - masing dari kita menikah dengan orang lain, trus kita ketemu gitu, kita selingkuh gak ya..?". Hartono melingkarkan kedua tangannya memeluk Astutik. Mereka berdua menyadari betapa beratnya pernikahan itu. Sulit kalau hanya mengandalkan cinta semata. Bapaknya Hartono adalah orang termiskin di desa, sebaliknya Astuti adalah anak dari istri kedua Haji Ramli. Pengusaha cengkeh terkaya ketiga. Segala upaya dilakukan oleh keluarga kaya itu agar Astutik dan Hartono tak bisa bersanding. "Meskipun yang ngajak itu aku ?" bisiknya. Waktu itu Astuti hanya tersenyum, mengira Hartono bercanda
Inilah pertama kalinya mereka dipertemukan setelah 2 tahun lalu Hartono berangkat ke Mojokerto menjemput mimpinya menjadi polisi. Amuk rindu dan dendam benar - benar tak bisa diceritakan.Dari pantulan cermin itu nampak sosok laki - laki itu, Hartono, memeluknya dengan erat. Seluruh tubuhnya menguarkan bau feromon yang tajam. Mata mereka saling memancarkan sinyal - sinyal yang hanya mereka yang tahu..
"Kita tak bisa saling memiliki, Mas. Meski namamu masih kuat tertulis". Astutik melepaskan diri belitan nafsunya dan bergegas keluar dari kamar 202 Hotel Royal dengan nafas memburu. Ia tak akan menyerahkan kehormatan dirinya seperti anjuran ibunya, untuk menolong bapak yang tertangkap mencuri kayu jati milik Perhutani.
Sby, 4/12/2022
Cinta Bernoda Darah
Anak semata wayang yang telah direnggut paksa darinya tergeletak dengan kepala pecah. Kesedihan yang teramat dalam membuatnya gila. Ia meloloskan Pedang mustika dari sarungnya. Seketika hawa kematian menguar tajam. Jari – jari yang menggenggam mulai menegang. Disertai nafas dan jantung yang berdetak amat kencang, ia tusukkan pedang yang terus berdengung bak lebah itu kepada sosok yang ada di depannya sekuat tenaga. Kini penyesalan terdalamnya muncul, mengapa ia memilih iblis itu menjadi suaminya. Laki - laki bajingan. Jai Hwa Cat, penjahat pemetik bunga, yang diburu oleh para pendekar diseluruh dunia persilatan. .
Jalinan cintanya bermula saat menolongnya dari maut setelah gerombolan penjahat menyerang dan akan memperkosanya. Sejak saat itu ia suka rela menyerahkan diri dan mengkhianati perguruan. Namun ia tak paham mengapa laki - laki, suminya, sang penolong, malah membunuh anak mereka. .
Darah dan keringat yang sama saat malam pertama, kini berbau anyir terpercik ke udara, tertembus pedang. Ditengah semburan darah, lelaki itu berkata lemah, penuh amarah, "A..a.k.u ..tahu la..ki-l.a..ki yang.. meng..hhamilimu.." Seketika ia terdiam mendengar kata lelaki yang mulai sekarat itu. Kilatan tarikan pedang mengiringi kesadaran dalam benaknya. Kalau bukan dia, lalu siapa sosok laki - laki yang diyakininya sebagai Hui Feng kerap mendatanginya dimalam yang gelap gulita itu ?
sby, 3/4/2023
Sahabat Sejati*
"Cuk, Kon Sido melok buk ber gak ? Arek-arek katene Nang nggonmu!" Dio hanya diam membaca what's app yang dikirimkannya itu tak segera dibalas. Karena memang biasanya sahabatnya itu slow respon. Pura - pura nggak dibaca, padahal Ia tahu anak itu tak bisa jauh dari HP, hingga kemudian muncul ikon orang tertawa lebar. .
"Asu Kon .. balesen, Rek..! " Kini ia kirim rekaman suaranya dengan nada marah. Dio butuh jawaban karena puasa segera berakhir dan Yusuf, karibnya itu, tak segera membalasnya. Meski menjengkelkan, kepada Dio, Yusuf benar-benar patuh. Maklum Dio lah yang sering menggendongnya duduk di kursi roda atau mengajaknya sholat di ruang UKS sambil ngadem sejenak, atau yang sering mendorong kursi rodanya keliling sekolah saat istirahat.
Yusuf hanya terdiam. Air matanya menetes saat sang bunda memutar suara Dio yang marah-marah itu. Ia benar - benar rindu suara orang yang tak bisa lagi ia dapatkan di sekolah barunya. Suaranya tercekat, dengkuran keras nafasnya disela - sela respirator selama 4 hari itu tiba-tiba melembut tenang. Bibirnya malah mengulas senyum tipis, mengiringi bunyi pemantau alat vitalnya yang berbunyi lantang. "Bunda ikhlas...Le...". Bisik sang bunda sambil membacakan kalimat Tauhid di telinga kanannya.
Sda, 23/5/2024
Rokok Terakhir
Haryono selalu cengengesan jika diminta untuk berhenti merokok. Tak ada seorangpun yang mampu membuatnya berhenti, bahkan istri tercintanya, Lilis, juga angkat tangan saat melihatnya membakar 2 pak rokok putih setiap hari. Setengah berkelakar katanya , "Aku hanya bantu masyarakat kecil, bayangkan kalau pabrik rokok ini tutup. Lagi pula ini juga herbal, lebih sehat kok." Matanya terpicing saat asap rokok itu dihembuskannya lewat hidung.
Tepat tengah bulan ini ia teronggok di Rumah Sakit karena dari hasil rongent dadanya sudah 98%. Pasang ring menjadi solusi satu - satunya jika masih ingin bernafas. Tentu saja Lilislah yang kalang kabut dengan dada yang mendadak sakit membawanya ke dalam ambulan ke Rumah Sakit.
Air mata Haryono meleleh teringat saat itu dengan suara bergetar antara marah bercampur ketakutan Lilis menatapnya. "Demi kamu aku rela meninggalkan Tuhanku, masak kamu ndak bisa ninggalkan rokokmu demi aku?" Sambil berdiri digenggamnya sekali lagi erat-erat kalung Rosario yang sering dipakai Lilis sebelum menikah dengannya, dan meletakkan disebelah makamnya.
SBY, 6-10-2025
Sumber pentigraf: Akun FB Yudi Hermawanto/KPI





