Membongkar Makna Keadilan: Antara Kebenaran, Kekuasaan, dan Kepalsuan Sosial
Penulis: Moh. Khalil Apa sebenarnya keadilan itu? Artikel ini berbeda dengan artikel lainnya dari segi sistematika penulisan, Artikel dimemu...
Penulis: Moh. Khalil
Apa sebenarnya keadilan itu?
Artikel ini berbeda dengan artikel lainnya dari segi sistematika penulisan, Artikel dimemulai dengan pertanyaan dan akan diakhiri dengan perkataan yang kontroversial.
Kita akan memulai membahas tentang keadilan. Sebagaimana yang kita ketahui dari kita masih berada di jenjang sekolah dasar dan sampai sekarang bahwa yang dinamakan adil itu adalah harus sama. Sebenarnya jika ditelusuri dari konteks esensinya adil memang definisinya adalah harus sama, porsi yang sama dan juga kedudukan yang sama.
Bahkan teks-teks suci pun tuhan juga pernah mengatakan hal itu. Tapi terkadang keadilan itu berubah pemaknaannya tergantung siapa yang memegangnya, maka jika dipegang oleh rakyat bawah maka keadilan itu adalah kesamaan. Tapi jika dipegang oleh penguasa maka adil itu sesuai dengan porsinya masing-masing.
Kita sering mendengar bahwa adil itu adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, bahkan dibangku perkuliahan adil diartikan seperti itu. Jika adil diartikan porsi maka hal itu akan bersangkut pautan dengan hukum.
Memang ada baiknya juga, tapi bagaimana jika hukum tersebut tidak pernah netral, maka keadilan akan rusak. Sedangkan adil itu sendiri adalah patokan dari kebenaran. Maka keadilan itu adalah kebenaran mutlak pada hakikatnya, hukum atau aturan tidak menjadi sandaran bagi keadilan itu sendiri.
Apabila itu kebenaran maka pasti adil, begitu pula sebaliknya. Keadilan tidak bisa diukur dengan jas atau penampilan kadang orang yang dekil lebih baik dari pada orang yang berdasi, Jadi keadilan itu adalah netral.
Lalu bagaimana dengan dunia sekarang?
Jika ditelusuri secara esensial sekarang ini keadilan sudah hilang dari esensi maknanya, karena ada prioritas tertentu, dan kelas sosial. Jika masih ada kelas sosial maka keadilan tidak akan pernah tercapai.
Keadilan dalam Ruang Lingkup Hukum
Jika kita kembali kepada keadilan diatas, maka setidaknya ada dua point:
(1) Keadilan Netral
(2) Keadilan yang bersandar atas hukum.
Keadilan dalam ruang lingkup hukum tentu adalah keadilan yang bukan hanya sekedar tentang porsi, maka apaibila keadilan itu ada porsi sesuai tempatnya masing-masing, maka bagaimana dengan orang yang tidak mempunyai kedudukan?, maka tentu keadilan yang seperti ini bukanlah adil, melainkan penindasan terhadap orang yang tidak mempunyai kedudukan.
Oleh karena itu seperti yang dikatakan di atas bahwa keadilan tidak bisa disandarkan pada hukum, apabila keadilan itu diartikan porsi-porsi.
Hukum adalah rujukan tertinggi dalam sebuah negara, apabila rujukan itu tidak bisa berada di tengah-tengah maka batallah segalanya. Jadi perlu dijadikan acuan, bahwa yang pertama hukum itu harus netral, dan keadilan tidak boleh memandang kekuasaan.
Keadilan Netral
Dalam keadilan yang bersifat ontologis memang harus diartikan sebagai kesamaan hak antara individu-individu. Dalam kedilan ini memang berkesan radikal karena memang hukum ini adalah netral. Keadilan ontologi adalah keadilan yang bebas, tidak bergantung dengan apapun.
Keadilan ini menolak kontinyuitas antara hukum dan keadilan yang mana hukum adalah sumber keadilan, karena hukum dibuat oleh sekelompok yang mempunyai kepentingan. Oleh karena itu Adil itu adalah sama, dan seharusnya hukum dibentuk dengan dasar kesamaan, tidak boleh dibentuk dengan porsi kedudukan, karena itu bukan keadilan, pada akhirnya akan melahirkan penindasan.
“Keadilan adalah kesamaan hak, bukan porsi yang menentukan hak”
Jika dilihat dari konsep Nietzche bahwa keadilan itu adalah kehendak berkuasa itu sendiri, Jadi kita diayomi untuk berperang untuk mencapainya. Sebenarnya keadilan ini adalah output dari keadilan yang didahului oleh porsi itu sendiri.
Jika ditelusuri lebih lanjut sebenarnya Nietzche geram terhadap keadilan yang hanya mementingkan suatu kedudukan dan kelompok, sehingga Niezche menghardik tipe itu dengan perang, Jadi apabila keadilan sebagai landasan hukum itu diawali dengan hak masing-masing maka akan berakibat fatal kedepannya.
(Sumber: Budi Hardiman, Para Pembunuh Tuhan. Karl Marx, Manifesto K., And Zarathustra, karya monomental Niezche)