Si Mata Kejora


Cerpen : Lilik Soebari

Siang ini toko material, "Sentosa" milik Sagar sangat ramai. Tiga bulan menjelang puasa banyak pembeli yang datang memborong berbagai jenis cat. Tradisi menyambut lebaran dengan mengganti warna tembok, warna pintu dan jendela rumah serta perbaikan-perbaikan kecil sudah kaprah dilakukan untuk menyambut tamu saat hari lebaran.

"Ngak ada kendala?" Tegur Sagar pada Hendra orang kepercayaannya di toko.

"Alhamdulillah, aman bos," lapor Hendra. "Penjualan semakin meningkat."

Setelah mendapat laporan dari Hendra, Sagar berlalu menuju gudang di belakang untuk memastikan stok barang. Senyum tersungging di bibirnya melihat tumpukan barang yang mengisi seluruh ruang gudang.

"Bang, susu Dinda habis," Sagar mendengar suara perempuan muda yang menggendong anak dekat Hendra.saat kembali ke toko.

"Nanti sore ya, abang mau kasbon," jawab Hendra lirih.

"Dari semalam dedek ngak minum susu. "

"Ya, sabar Widia"

Perempuan itu terlihat cemberut dan tetap menundukkan kepalanya, seakan takut menatap mata Hendra.

"Anakmu, Hendra?" Tanya Sagar seraya menunjuk ke arah gendongan

"Eh, iya bos. Ini istriku, Widia."

Sagar seketika terkesima saat Widia mengangkat kepalanya. Tatapan mereka bertemu dan sekian detik hati Sagar bergetar tak karuan. Mata istri Hendra menghipnotisnya. Mata yang sangat indah. Berkilau seperti bintang kejora. Namun sayang tubuhnya kurus tidak terawat dan terlihat lusuh.

"Siapa nama anakmu?" Tanya Sagar.

"Dinda, bos, " jawab Widia lirih.

Sagat tersenyum dan kentara sekali tatapannya tak beralih dari Widia.

Widia menjadi salah tingkah melihat tatapan mata Sagar.

"Sudah pulang sana," usir Hendra melihat sang bos menatap istrinya tak berkedip.

"Lho..., " alis Sagar bertaut. "Biar saja disini."

Hendra tidak bisa berbuat apa-apa saat bosnya menahan Widia dan Dinda.

"Tolong belikan susu untuk anakmu, juga camilan," Sagar mengeluarkan dompet dari saku lalu mengambil tiga lembar uang ratusan

"Ngak usah pak," tolak Widia.

"Ngak apa-apa," Sagar menyodorkan uang itu ke Hendra, "Kamu tunggu disini saja."

"Ngak usah bos," Hendra juga menolak uang yang dipaksakan ke tangannya.

"Jangan menolak rejeki, ngak baik," imbuh Sagar.

"Jangan bang, " seru Widia mengambil uang dari tangan Hendra dan mengembalikannya ke Sagar.

"Tidak baik menolak rejeki," Sagar kembali mengembalikan uang itu ke tangan Hendra.

"Sana berangkat, biar anakmu menunggu disini." Sagar lalu meninggalkan Hendra dan Widia menuju meja kerjanya.

Widia dan Hendra saling berpandangan.

"Gimana bang? Tanya Widia dengan tatapan hati yang nggak enak.

Hendra hanya mengetikkan bahu kemudian pergi.

Saat menstater sepeda motor tiba-tiba Sagar memanggil Hendra.

"Ya, bos."

"Sekalian beli siomay 10 bungkus, untuk semua temanmu," Sagar menyodorkan lagi tiga lembar uang warna merah.

"Untuk kita bos?" tanya Hendra tak yakin. Aneh saja baru kali ini Sagar berbaik hati.

"Ngak usah cerewet, pergi sana," usir Sagar.

Setelah Hendra pergi mata Sagar memindai tubuh Widia yang berbalut gamis hijau dan memakai hijab senada.

Widia jadi risih melihat tatapan Sagar, namun hanya terdiam saja. Untuk mengalihkan rasa tak nyaman perempuan itu mengangkat tubuh Dinda lalu menggelitiknya. Dinda tertawa lucu.

Akhirnya Sagar kembali ke tempat kerjanya. Dari tempat duduk Sagar kembali menatap Widia yang tertawa bersama Dinda dengan pandangan entah. Tiba-tiba saja ada gelenyar yang merayap dihati. Entah mengapa ada sesuatu yang meledak-ledak yang membuat dadanya berdebar-debar.

Untuk mengalihkan perasaannya, Sagar kembali melihat tumpukan nota dan kuitansi di meja kerja namun fokusnya buyar lantaran terganggu oleh celoteh Dinda dan Widia.

Tawa renyah kedua perempuan berbeda usia itu menjadikan hati Sagar menghangat.

Akhirnya Sagar berkutat melayani beberapa pembeli yang akan membayar. Meski sibuk mata Sagar tetap memperhatikan Widia. Karena posisi perempuan itu memunggungi Sagar tidak bisa menatap gemerlap kilau bola mata Widia yang cemerlang.

Sesaat dilihatnya Widia melangkahkan kaki keluar dan perempuan itu duduk di emper toko.

Sagar kembali berkutat dengan pekerjaannya serta melayani beberapa pembeli yang minta nota dan kuitansi.

Sagar melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam Hendra belum kembali. Mungkin ngantri siomay, pikir Sagar.

Sagar lalu mendekati Widia.

"Bisa minta nomer HP mu?" Tanya Sagar. Widia kemudian menyebutkan angka-angka.

"Boleh menghubungimu?" Sagar memastikan dan matanya lekat menatap Widia.

Widia jadi salah tingkah karena bos suaminya yang tak berkedip menatapinya.

"Boleh."

Sagar tertawa puas kemudian kembali ke meja kerjanya.

Tak berapa lama Hendra pun datang langsung mendekati Sagar.

"Maaf bos, lama banget. Antri," lapor Hendra.

Sagar hanya menanggapi dengan tertawa.

"Siomay bagikan ke anak-anak. Jangan lupa istrimu diberi juga."

"Siap, bos."

"Lho, apa ini?" Tanya Sagar saat melihat Hendra meletakkan uang di meja dan tas kresek warna putih.

"Ini kembaliannya bos."

Sagar mengambil uang itu dan menyodorkan kembali ke Hendra, "Ini untuk anakmu."

"Ya, bos," Hendra menatap Sagar dengan pandangan yang tak enak.

"Terima kasih bos," jawab Hendra lalu mendekati istrinya yang sedang duduk di emperan toko.

"Ini dari bos, awas jangan berani-berani datang kesini lagi. Bikin malu saja," gerutu Hendra penuh tatap amarah sembari menyerahkan kantong plastik ke tangan Widia lalu mendorong tubuh istrinya untuk segera pergi.

Widia hanya menunduk dan ekor matanya melirik ke meja Sagar, namun sosok tubuh itu sudah tidak ada ditempatkannya.

Dari pintu gudang Sagar melihat Widia meninggalkan toko dengan wajah senang. Sebenarnya ia berharap berlama-lama di toko dan menatap kerja bola mata Widia yang indah.

"Jangan gila Sagar," bisik sisi hatinya yang lain.

Sagar terkekeh sendiri, apakah aku lagi puber kedua ya? Imbuhnya dalam hati.

Sementara itu Widia melangkah ikan kaki, hatinya dipenuhi kebahagiaan karena telah mendapatkan susu untuk buah hatinya.

Akhir Juni 2025

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 5922283290965208367

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close