Kreativitas Arief Rofiq Dalam Opera 'Petualangan Timun Emas'


Ada 3 cerita _folklore_ yang saya hafal judul dan jalan ceritanya, yaitu : Kancil Nyolong Timun, Bawang Merah & Bawang Putih, dan Timun Emas -- yang operanya saya tonton sore kemarin 13 Juli di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya.

Opera ini diproduksi oleh Raff Dance Company dan disutradarai oleh Arief Rofiq, didukung penata musik Firman Fuadi, serta ratusan pemain dan kru.

Cerita Timun Emas sebagaimana saya ingat narasinya, mengisahkan Mbok Rondo yang pingin sekali punya anak.

Namun ini mustahil, mengingat Mbok Rondo hidup sendirian, karena suaminya sudah lama meninggal dunia.

Saking kepinginnya punya anak, ia bermimpi ketemu Buto Ijo. Di mimpi itu Buto Ijo bilang, "jika esok kamu bangun, datanglah di bawah pohon besar di tepi hutan. Kamu akan menemukan sesuatu sebagaimana kamu inginkan."

Saat bangun, Mbok Rondo masih bisa mengingat pokok-pokok mimpinya. Maka pergilah ia ke tepi hutan sebagaimana pesan di mimpinya itu. Namun betapa kecewanya Mbok Rondo, ternyata kain bungkusan yang ditemui di bawah pohon di tepi sungai itu, bukan seorang bayi -- melainkan hanya sebiji (bukan sebuah) timun yang dimasukkan ke dalam potongan bambu lantas dibungkus kain.

Tiba-tiba muncul di depan Mbok Rondo itu Buto Ijo. Mbok Rondo pun ketakutan.

"Mbok, gak usah takut. Aku nggak akan memakanmu. Aku nggak doyan daging alot tubuhmu," kata Buto Ijo seraya menggeratakkan giginya. "Eits, tapi jangan dibuang ya _winih_(biji) ini, kalau kamu pingin punya anak. Tanam di halaman rumahmu. Kelak kamu akan memperoleh jabang bayi, ngerti?!"

Mbok Rondo masih dengan ketakutannya, lantas pergi menjauh dari Buto Ijo.

Sampai di rumah _winih_ itu lantas ditanamnya. Aneh, tanaman timun yang tumbuh makin besar dan subur, hanya berbuah satu, dan makin tumbuh gigantis (besar sekali), sebesar bayi.

Tiba-tiba datang Buto Ijo. "Di dalam timun itu, ada bayi. Belahlah, tapi hati-hati jangan sampai melukai."

Benar saja, ada bayi cantik, berkulit kuning bagaikan warna emas.

"Kamu boleh memiliki bayi itu, tapi ada syaratnya. Saat usia menginjak 17 tahun serahkan ke saya, ngerti?!".

Mbok Rondo menjawab dengan sedikit anggukan disertai rasa takut mencekam.

Setelah Buto Ijo pergi, Mbok Rondo pun terus memeras otak untuk memecahkan keanehan ini. Tapi tetap tak bisa menemukan solusinya.

'Ah, sudahlah. Apa kata nanti. Yang penting bayi cantik ini akan menemani hidupku yang sepi.'

Dengan segenap kasih sayangnya, Mbok Rondo curahkan untuk mengasuh sang jabang yang diberinya nama Timun Emas itu.

Yang dicemaskan Mbok Rondo pada hari-hari belakangan menjelma jadi kenyataan. Setelah menjadi gadis cantik ranum berkulit _golden_, Buto Ijo nagih janji : "_Ojo sulaya, lho. Kowe wis janji karo aku_..." kata Buto Ijo, yang artinya: jangan ingkar, kamu sudah berjanji kepadaku.

Beberapa hari jelang kedatangan Buto Ijo, Mbok Rondo bertemu dengan seorang pertapa, yang saat masih muda pertapa ini adalah sahabat (mendiang) suaminya.

Begitulah Sang Pemilik Hidup mengatur pertemuan Mbok Rondo dengan pertapa tersebut.

Solusinya Mbok Rondo oleh pertapa diberi empat bungkusan daun jati, masing-masing berisi : biji timun, jarum, garam, dan terasi.

Cerita selanjutnya saya kira Anda semua --terutama generasi jadul macam saya-- sudah tahu bahwa Timun Emas disuruh lari Mbok Rondo dari kejaran Buto Ijo untuk dilahap.

Dalam proses pengejaran, saat mendekatinya, Timun Emas melempar biji timun, maka akar tanaman timun yang maha luas itu, membelit tubuh Buto Ijo, memperlambat pengejaran.

Timun Emas lari makin jauh. Namun, saat lolos dari belitan tumbuhan timun, Buto Ijo kembali mengejar hingga mendekati Timun Emas, yang lantas perawan cantik ini melempar jarum, kemudian _bimsalabim_ berubah hutan bambu. Tujuannya ya itu tadi,untuk menghindari ditangkap Buto Ijo.

Begitupun saat garam dilempar ke arah Buto Ijo, berubah jadi laut. Timun Emas lolos.

Akhirnya Buto Ijo tewas tenggelam di lautan lumpur, karena terasi yang dilempar ke arah Buto Ijo berubah jadi lautan lumpur.

***

Dalam versi Arif Rofiq folklore Timun Emas menjadi tontonan yang menarik. Memang tidak persis cerita aslinya, tapi di situlah peran kreativitas sutradara hadir sehingga pertunjukan lebih terasa bermakna.

Mewah, glamour (meski tak se-glamour Swara Mahardika-nya Guruh Sukarno Putra) -- begitulah kesan saya menyaksikan opera ini.

Rofiq juga memperlihatkan improvisasi kreativitas yang saya anggap masuk akal, misalnya tentang adegan puluhan bidadari (karena terlihat sayap di punggung). Bukankah cerita masa kecil(ku) ini pada akhirnya saya sadari bermuatan nilai-nilai spiritual dan moral?

Dan yang saya tidak nyangka, Timun Emas masa kecilnya juga memiliki dunia bermain. Begitulah kreativitas Arief Rofiq. Di sinilah para pemain anak-anak dan para ABG mendapat porsi untuk menari dan menyanyi dengan riang gembira. ( Namanya saja opera ).

Maka lagu-lagu dolanan macam _Buto-Buto Galak_, _Cublak-Cublak Suweng_, dan apalagi ya (lupa saya ) -- mengalun dengan indah dan nostaljik!

Satu lagi yang jadi catatan saya bahwa pertunjukan yang berlangsung sekitar 1 jam ini, apa jadinya tanpa peran Firman Fuadi sebagai penata musik. Firman rupanya paham betul psikologi musik anak-anak. Ia berhasil memainkan emosi, apalagi saat adegan _opening_ dan _closing_ opera ini : dinamis, sarat optimisme. Irama Mars digemakan dengan begitu patriotis.

'Petualangan Timun Emas' merupakan produksi ke-6 Raff Dance Company untuk jenis opera.

***

Btw, ini versi lain. Non-fiksi. Nyata.

Sekian puluh tahun lalu, sejumlah wartawan mengikuti kunjungan Gubernur Jawa Timur untuk melantik seorang bupati.

Bupati ini usianya 50-an tahun. Tapi istrinya masih muda. Kira-kira separuh usia Bupati.

Cantik. Kuning. Tinggi sesampai.

Bisik-bisik di sejumlah wartawan. Intinya : Timun Emas.

"Maksudnya ?" saya tanya kepada wartawan senior yang pertama kali mengucapkan "Timun Emas" yang duduk di bagian kursi untuk wartawan.

"Anak angkat dinikahi Pak Bupati. Istri Pak Bupati telah meninggal 3 tahun sebelum pelantikan ini."

"O...gitu..." komen saya setelah dijelaskan wartawan senior tadi.

_____

Dari posting FB Amang Mawardi

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 2035687528406922066

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close