Tiga Puisi Syaf Anton Wr
*****
Disini Tak Ada Kata
di halaman ini telah kuhelai tabir
jangan kau singkap
karena didalamnya kutanam jelaga
yang kususun dari rangkaian jaman
telah kusungsang matra-mantra
dari sabuk mangir, jaran goyang sampai doa petaka
karena kau tak akan melihat cahaya
meski kau sematkan lentera
lantaran dalam tabir ini tak ada lagi warna
namun aku tetap mengajakmu kesana
tapi jangan berkata-kata
karena kata tak lagi punya arti di halaman ini
karena kata bukan niscaya
karena kata untuk berlupa
di halaman ini telah kuhidangkan untukmu sejumput darah
yang kuperas dari jantungku sendiri
lalu kutancapkan bunga-bunga tak berwarna
yang kusiangi dari nyanyian pengembara
di halaman ini tempat aku bertaruh
tempatku menggerai tubuh
dari roh-roh nenek moyang
yang pernah mengalahkan nafsu
2005
Sepotong Cinta Dari Guru
benih cinta yang kau tanam dihalaman rumah
kini telah tumbuh, berbungan lalu berbuah
apa yang kupikirkan sejak awal
bahwa duniamu tak henti akan tersenyum
membangun cerita baru pada esok hari
ankku, telah aku perkenalkan padamu
mengucap salam, membaca basmalah dan bersyukur dengan hamdalah
maka engkau kini telah memasuki dunia baru
masa kanak-kanakmu yang nantinya akan menjadi remaja dan dewasa
dari sinilah aku pesankan padamu
bahwa segala sesuatu yang aku titipkan padamu
dalam ilmu, permainanmu, bahkan kenakalan kecilmu
merupakan benang merah yang tersambungkan dari hatiku yang paling dalam
maka jadikanlah benang merah itu
sebagai ikatan hati nurani untuk besama-sama
kita bentangkan dihamparan langit biru
anakku, maru rawat benang merah itu
sampai akhir hayat.
2020
Surat Putih dari Palestena
surat putih yang engkau kirimkan padaku waktu lalu
masih utuh dalam tulisan tanganmu dan bergaris kenangan
seperti senda gurau masa kanakku bersamamu
lincah, riang dan penuh tawa
surat itu, adalah saksi yang tak pernah habis
meski bencana perang telah menggelandang nasibmu
entah bagaimana aku membayangkan ketika kubuka kembali surat-suratmu
tiba-tiba mengucur darah dan menggelapkan pandanganku
jantungku tak henti-henti berdentam
aku bisa merasakan, begitu dahsyatnya zionis menghadangmu
ketika anak-anak dan perempuan sedang menina bobokan nafasnya
tiba-tiba dentuman rudal dan bom melahapmu
tapi engkau tetap tersenyum dalam sakit dan pedih yang dalam
ketika darah dan jiwamu dilahap dan dihimpit buasnya lidah iblis
ketika nafasmu terengah-engah menahan denyut dan pasrah pada khaliqmu
ketika kau tak mampu lagi menyapa diri sekitarmu
akupun tidak mengelak, betapa sesak dadaku, betapa berat nafasku
sebab dalam hujan peluru yang mendera
asap mengepul di atas gumpalan bekas ledakan
rinai yang menghujam semakin dingin mencuram
sudut kanan dan kiri terlihat kacau
tapi engkau tetap tegar membangun iman lebih dalam
gelap mataku, ketika harus menyaksikan gelimpangan mayat-mayat
antara puing-puing gedung yang berserakan
darah dan air mata yang tak henti-henti menabur duka
sayat tangis yang makin menggelorakan ruang dan waktu
adalah air mata dan tangisku juga
saudaraku,
aku baca kembali suratmu dengan lelehan sisa air mata
kata-kata manis yang engkau tautkan padaku
tentang indahnya kotamu dalam sejarah yang mengekalkan
tentang kota tua yerusalem, masjid al-aqsa, kota hebron, laut mati, masjid ibrahim, istana hisham, kota kuno akko, gunung nebo, kota nablus, mar saba dan lainnya
masih menyala dalam diriku
jangan tanyakan, apakah ini laknat tuhan
jangan tanyakan, apakah ini cobaan tuhan
jangan tanyakan, apakah ini ujian tuhan
jangan tanyakan, apakah semua ini peringatan tuhan
jangan tanyakan pula padaku, bahwa tuhan tidak adil menggariskan nasib kita
dan kita sadari, semua yang tuhan berikan pada kita adalah rahmat
karena kekuasaannyalah yang menyadarkan kita untuk iman dan tawakkal
saudaraku,
aku baca kembali surat yang kau kirim padaku
bagaimana ketika malam itu, langit memerah menggempur kotamu
gemuruh gelombang suara langit begitu dahsyat menyapu bersih
bagai lidah kilat dan menjilat-jilat apa saja yang tampak
sehingga siapapun tak kan mampu membaca dan menahannya
ya Allah, begitu miris jiwaku
ketika mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan, di sela-sela rertuntuhan gedung-gedung
ketika matahari tak lagi bersinar
ketika angin tak lagi bersiur
ketika keluh dan tangis tak lagi suara
“ayah ibuku yang mengantarku mengenal hidup
adik-adikku yang telah lama menunggu uluran jiwaku
sanak keluargaku, kaum tetangga dan nilai-nilai kehidupan
yang sejak awal telah kubangun dalam keringat panasku
kini telah musnah dan aku tak lagi memiliki siapa-siapa
aku tak lagi memiliki matahari dan bintang-bintang
semua gelap, gelap dan padam”
kau tidak sendiri saudaraku,
kau masih punya saudara, yaitu aku, kami, bangsa kami
kau masih memiliki harapan, selama matahari masih terbit
sebab luka dan darahmu, adalah luka dan darahku juga
saudaraku,
surat putih yang engkau kirimkan padaku. masih kusimpan,
meski kini memerah dan berdarah
karena peristiwa hitam itu justru makin memutihkan kecintaanku
pada nilai-nilai persaudaraan, kemanusiaan dan kemulyaan Allah
karena dalam jiwa kita masih ada cermin kenangan
meski harus dijejali gambaran cakrawala hitam
karena itulah aku menyisakan hidupku untukmu, meski dalam doa
ya Allah,
tebalkanlah iman kami dalam hakikat
hamparkanlah halaman firdaus bagi para syuhada kami
karena itulah kenyataan yang mereka hadapi
kami, rakyat palestina saat ini butuh kehidupan dan kekuatan
berilah kami kekuatan iman dan tawakkal,
dan jauhkan kami dari perbuatan-perbuatan nista
ya Allah
telah engkau hamparkan amanah yang begitu berat
berilah kami kekuatan lahir dan bathin
untuk mengenyam dan menjalani perintah-perintahmu
berilah kami tanda keimanan kami
karena tak satupun akan sanggup menentang kehendakmu
kecuali bagi orang-orang yang ingkar
percayalah saudaraku, tuhan bersama kita
untuk merebut kembali kejayaan bangsa palestina
amin
2023
Pilihan