Cinta Remaja: Antara Chat Centang Satu, Janji Manis, dan Drama Komunikasi yang Tak Kunjung Selesai


Hubungan yang rumit dengan pacar biasanya muncul bukan karena tak ada cinta, tapi karena terlalu banyak hal yang “tidak diomongkan” dengan jujur. Ironisnya, komunikasi yang harusnya jadi jembatan malah sering berubah jadi jurang.
Pacaran di era sekarang itu lucu—kadang bisa bikin senyum sampai kuping, tapi lima menit kemudian bisa nangis sambil ngetik, “Terserah kamu aja deh 😢.”

Di usia remaja, cinta itu seperti eksperimen kimia: kadang meledak, kadang gagal total, dan kadang malah menciptakan hasil yang tak terduga. Tapi tenang, semua drama itu bagian dari proses belajar mengenal diri sendiri (dan sedikit belajar tentang manusia yang “nggak bisa dibaca kayak soal matematika”).

Mari kita bedah dengan gaya santai dan sedikit tawa: apa sih yang bikin hubungan remaja sering ruwet, dan gimana caranya biar nggak kebawa arus drama tanpa ujung?

Masalah Komunikasi: Saat Chat Dingin Lebih Seram dari Silent Treatment

Masalah paling klasik dalam pacaran remaja adalah komunikasi—atau lebih tepatnya, komunikasi yang nggak jelas arahnya.
Kadang cuma gara-gara “nggak bales chat” bisa berubah jadi perang dunia mini. Apalagi kalau alasannya cuma: “Maaf, aku ketiduran.”

Masalahnya bukan di tidurnya, tapi di “kenapa kamu nggak bilang dulu?”
Remaja sering mengira pasangan bisa membaca pikiran, padahal kadang diri sendiri aja bingung kenapa tiba-tiba bete.

Tips lucu tapi penting:
➡ Jangan jadikan “aku fine kok” sebagai senjata pasif-agresif. Karena sering kali, “aku fine” artinya: aku nggak fine, tapi aku pengin kamu ngerasa bersalah dulu baru aku ngomong.
Lebih baik jujur, bahkan kalau jujur itu bikin canggung. Kejujuran yang sederhana lebih sehat daripada diam yang bikin drama panjang.

Ketidakjelasan Komitmen: “Kita Itu Sebenernya Apa Sih?”

Ah, ini dia pertanyaan abadi dalam dunia percintaan remaja. “Kita ini pacaran nggak sih, atau cuma chatting tiap malam tapi nggak pernah jelas ujungnya?”

Banyak hubungan yang berakhir bukan karena salah satu selingkuh, tapi karena dua-duanya nggak tahu mereka sedang berada di hubungan yang seperti apa.
Sebagian remaja takut ngomong serius karena takut dibilang “baperan”. Padahal, justru ketidakjelasan ini yang bikin baper tanpa solusi.

Tips ringan:
➡ Kalau kamu merasa hubunganmu menggantung, jangan takut nanya. Tapi nanyanya jangan kayak polisi sedang interogasi, ya.
Coba bilang, “Aku pengin tahu aja, kita ini lagi ke mana, biar aku nggak salah arah.”
Kalimat sederhana tapi punya daya magis—bisa menyelamatkanmu dari hubungan tanpa status tapi penuh drama.

Ketidakseimbangan dalam Hubungan: Ketika Salah Satu Terlalu Nempel, yang Lain Malah Melempem

Hubungan yang sehat itu seperti menari: ada irama, ada jarak, dan ada keseimbangan. Tapi dalam pacaran remaja, sering kali yang terjadi malah begini:

  • Satu pihak nempel kayak perangko.
  • Yang lain malah jadi kayak surat yang pengin dikirim jauh-jauh.

Salah satu pihak bisa merasa terlalu dikontrol (“Kok kamu nggak bales 3 menit sih?”), sementara pihak lain merasa nggak cukup diperhatikan (“Kamu kok cuek banget sih sama aku?”).
Begitulah: cinta yang niatnya manis bisa berubah jadi penuh tekanan kalau nggak ada keseimbangan.

Tips santai:
➡ Jangan jadikan pacar sebagai pusat dunia. Kamu tetap butuh waktu buat diri sendiri, teman, dan hobi. Karena hubungan yang terlalu intens malah cepat lelah.
Cinta yang sehat itu bukan tentang siapa yang paling sering ngabarin, tapi siapa yang bisa tetap jadi dirinya sendiri meski sedang jatuh cinta.

Drama Media Sosial: Story yang Bisa Mengundang Amarah

Ah, media sosial—tempat di mana cinta bisa diumumkan, tapi juga tempat di mana masalah bisa meledak tanpa aba-aba.

Contoh kecil:
Kamu posting foto bareng teman lawan jenis, terus pacar bilang, “Lucu ya, ternyata kamu udah nemuin yang baru?”
Padahal niatnya cuma nongkrong bareng geng kelas.

Masalahnya bukan di postingannya, tapi di cara komunikasi yang tidak jelas. Kadang kita lupa, media sosial itu bukan alat ukur cinta, dan tidak semua hal perlu dibagikan ke publik.

Tips manjur:
➡ Bahas ekspektasi sejak awal. “Kita mau posting hubungan ini atau enggak?”
➡ Jangan adu sindiran lewat story. Karena di akhir hari, kamu bukan penulis drama Korea—dan pacarmu bukan penonton yang sabar menunggu ending-nya.

Belajar dari Cinta, Bukan Terjebak di Dalamnya

Pacaran di masa remaja seharusnya bukan ujian kesetiaan ala sinetron, tapi proses belajar mengenal diri sendiri.
Kamu belajar cara menghargai, cara berempati, dan cara move on dengan elegan kalau ternyata dia lebih cinta WiFi-nya daripada kamu.

Jangan takut gagal. Semua orang pernah salah pilih, salah paham, atau salah kirim pesan cinta ke grup keluarga.
Yang penting, setiap hubungan—bahkan yang gagal—bisa jadi pelajaran berharga buat jadi pribadi yang lebih dewasa.

Cinta yang Sehat Itu Bukan Tentang Sempurna, Tapi Saling Menguatkan

Pacaran remaja itu penuh warna: ada tawa, tangis, dan kadang sedikit drama. Tapi di balik itu semua, cinta yang baik selalu punya satu ciri utama—komunikasi yang jujur dan saling menghargai.

Karena hubungan yang sehat bukan tentang siapa yang paling benar, tapi siapa yang paling mau memahami.
Dan kalau kamu bisa menertawakan drama hubunganmu sendiri, percayalah—itu tanda kamu sudah naik level dari sekadar “baperan” menjadi “berperasaan tapi bijak.”

(Rulis) 

 

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 5706667556129752987

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi


 

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

LOMBA BACA PUISI BAHASA MADURA

LOMBA BACA PUISI BAHASA MADURA
Info selengkapnya, klik gambar

Relaksasi


 


 

Jadwal Sholat

item
close