Ijazah Palsu: Luka Moral Bangsa yang Harus Diberantas
https://www.rumahliterasi.org/2025/10/ijazah-palsu-luka-moral-bangsa-yang.html
Di tengah upaya bangsa membangun sumber daya manusia unggul, kita dihadapkan pada persoalan yang merusak sendi moral dan intelektual: penyalahgunaan ijazah palsu. Apa yang semestinya menjadi bukti sah perjuangan akademik, justru diperdagangkan, dipalsukan, dan dipakai untuk kepentingan pribadi.
Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Penggunaan ijazah palsu adalah kejahatan luar biasa yang dampaknya menggerogoti kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan, pemerintahan, bahkan sistem sosial kita.
Ijazah Bukan Sekadar Kertas
Ijazah adalah simbol kerja keras, proses panjang, dan bukti kompetensi. Ketika selembar kertas ini dipalsukan, maka nilai kejujuran dan integritas ikut dikorbankan. Ironisnya, praktik ini kerap melibatkan orang-orang yang justru seharusnya menjadi teladan: pejabat publik, aparatur negara, hingga oknum profesional.
Mereka menggunakan ijazah palsu demi jabatan, promosi, atau sekadar status sosial. Akibatnya, bukan hanya merugikan pesaing yang sah, tetapi juga menurunkan kualitas pelayanan publik dan profesionalisme kerja. Bayangkan jika seorang tenaga medis, guru, atau pejabat strategis memperoleh posisi lewat ijazah palsu—risikonya bisa fatal.
Ragam Penyalahgunaan Ijazah Palsu
Penyalahgunaan ijazah palsu terjadi dengan berbagai wajah. Ada yang memakainya untuk melamar pekerjaan, ada pula yang menggunakannya demi kelayakan administratif sebagai calon pejabat atau politisi. Tidak jarang ijazah palsu dipakai untuk mengakses beasiswa, memperoleh pinjaman, bahkan sekadar menaikkan status sosial.
Lebih parah lagi, muncul jaringan perdagangan gelar dan ijazah, yang menawarkan “dokumen instan” melalui calo, percetakan, hingga media sosial. Fenomena ini memperlihatkan betapa lemahnya integritas sebagian orang, sekaligus longgarnya pengawasan administrasi.
Dari Mana Semua Ini Berasal?
Ada tiga rantai utama dalam praktik ini. Pertama, produsen yang membuat dokumen palsu—baik dengan teknologi cetak digital maupun lewat kolusi oknum institusi pendidikan. Kedua, perantara atau calo yang memasarkan jasa pembuatan ijazah, bahkan terang-terangan di marketplace dan platform online. Ketiga, pengguna yang dengan sadar membeli dan menggunakannya.
Rantai inilah yang menjadikan bisnis ijazah palsu berjalan terorganisir. Selama ada permintaan, maka suplai akan terus hidup.
Proses yang Sistematis
Skemanya relatif sederhana: pembeli menghubungi calo, menyerahkan data pribadi, lalu produsen membuat ijazah lengkap dengan cap dan tanda tangan palsu. Ada pula modus digital—mengedit ijazah asli dengan mengganti nama dan nilai. Setelah selesai, dokumen digunakan untuk memenuhi syarat kerja, kenaikan jabatan, atau pendaftaran administratif lain.
Jika tidak ada verifikasi ketat, maka ijazah palsu ini melenggang mulus. Namun, begitu terungkap, dampaknya besar: pemecatan, pencabutan jabatan, bahkan pidana penjara.
Mengapa Harus Diberantas Tuntas
Ijazah palsu bukan hanya urusan personal, melainkan ancaman bagi masa depan bangsa. Ia merusak meritokrasi, mencederai etika, dan melahirkan generasi instan yang hanya mengejar hasil tanpa menghargai proses. Jika dibiarkan, kita akan memiliki birokrasi, profesi, dan masyarakat yang rapuh fondasinya.
Karena itu, upaya pemberantasan harus dilakukan secara sistematis. Pertama, memperkuat sistem verifikasi nasional berbasis digital agar setiap ijazah bisa dicek keasliannya. Kedua, penegakan hukum yang tegas, bukan hanya kepada pembuat, tetapi juga pengguna. Ketiga, pendidikan integritas sejak dini, agar generasi muda paham bahwa ijazah bukan sekadar syarat, melainkan buah dari kerja keras.
Penggunaan ijazah palsu adalah luka moral bangsa. Kita tidak boleh menganggapnya remeh atau sekadar kesalahan individu. Ini adalah kejahatan yang merampas hak orang lain, menodai dunia pendidikan, dan menggerogoti kepercayaan publik.
Setiap kali kita menutup mata terhadap praktik ini, berarti kita turut merelakan generasi kita hidup dalam budaya kepalsuan. Dan itu, sungguh, adalah pengkhianatan terhadap masa depan.
(diramkum Rulis dari beberapa sumber)





