Mengubah Keluhan Menjadi Kekuatan
Resensi Buku Stop Mengeluh, Jadilah Tangguh karya Ratnani Latifah
Buku Stop Mengeluh, Jadilah Tangguh karya Ratnani Latifah menghadirkan panduan motivasional yang mengajak pembaca untuk berhenti terjebak dalam siklus keluhan dan mulai membangun ketangguhan diri dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa yang lugas dan nada yang penuh energi, penulis berusaha mengubah keluhan menjadi bahan bakar untuk bertindak dan bertumbuh. Buku ini tidak hanya menyajikan motivasi, tetapi juga strategi praktis yang dapat diterapkan langsung oleh pembaca.
Buku ini dibuka dengan pengenalan terhadap fenomena mengeluh—mengapa manusia sering mengeluh, bentuk-bentuk keluhan yang umum, serta dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkannya. Ratnani kemudian memaparkan konsep ketangguhan (resilience) sebagai kemampuan untuk bangkit dari kesulitan, beradaptasi terhadap tekanan, dan menjaga kesejahteraan emosional.
Di setiap bab, pembaca diajak mengenali pola pikir yang memicu keluhan, mengganti kebiasaan mental yang merugikan, hingga menerapkan langkah-langkah praktis untuk meningkatkan ketangguhan. Beberapa di antaranya meliputi penetapan tujuan kecil, latihan bersyukur, pengelolaan emosi, serta pembangunan dukungan sosial. Pada bagian akhir, terdapat rangkaian latihan reflektif dan rencana aksi yang membantu pembaca menerapkan teori ke dalam kehidupan nyata.
Ratnani menulis dengan gaya bahasa yang sederhana, komunikatif, dan penuh semangat. Tidak ada jargon berlebihan, sehingga buku ini mudah dipahami oleh pembaca dari berbagai latar belakang—pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga orang tua. Pendekatannya bersifat praktis dan aplikatif; banyak bab berisi langkah konkret, contoh kasus, serta latihan yang dapat dilakukan dalam hitungan hari atau minggu.
Salah satu kekuatan buku ini adalah keseimbangan antara empati dan tantangan. Alih-alih menghakimi pembaca yang sering mengeluh, penulis menunjukkan empati dengan mengakui bahwa keluhan sering muncul akibat stres atau kelelahan. Namun, ia juga memberikan tantangan realistis agar pembaca mau mengambil tanggung jawab atas hidupnya dan mulai bertindak.
Dari sisi konteks, buku ini sangat relevan dengan kehidupan modern. Banyak contoh yang diangkat dekat dengan realitas masa kini—seperti tekanan kerja, perbandingan di media sosial, dan masalah rumah tangga—sehingga pesan buku terasa nyata dan membumi. Ditambah dengan desain sampul dan ilustrasi yang menarik, buku ini menghadirkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Meski inspiratif, beberapa solusi yang ditawarkan terasa generik, misalnya anjuran untuk “melatih rasa syukur” atau “menetapkan tujuan kecil,” yang juga sering ditemukan dalam buku pengembangan diri lainnya. Bagi pembaca yang telah akrab dengan literatur self-help, sebagian gagasan mungkin terasa tidak baru.
Selain itu, kedalaman teoritis buku ini relatif terbatas. Bagi pembaca yang menginginkan penjelasan lebih mendalam tentang aspek psikologis atau bukti ilmiah mengenai mekanisme ketangguhan, buku ini cenderung bersifat populer dan praktis, bukan akademis. Penulis memang lebih menekankan aspek motivasional daripada analisis ilmiah.
Dalam hal penanganan kasus berat, buku ini menyarankan pembentukan kelompok dukungan untuk meningkatkan ketangguhan, namun tidak membahas secara mendalam masalah psikologis serius seperti depresi. Karena itu, penulis juga menegaskan bahwa pembaca dengan permasalahan berat sebaiknya tetap berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog atau konselor.
Buku ini disusun secara sistematis: mulai dari pengantar konsep, identifikasi pola keluhan, teknik mengganti pola pikir, latihan praktis, hingga rencana jangka panjang. Setiap bab diakhiri dengan ringkasan poin penting dan pertanyaan reflektif yang mudah dipahami. Struktur ini memudahkan pembaca untuk membaca dengan ritme pribadi, menandai bagian penting, atau mengulang latihan tertentu.
Narasi penulis mengalir dengan baik—motivatif tanpa berlebihan—dengan paduan antara cerita pendek, analogi sederhana, dan instruksi langkah demi langkah. Pembaca akan dibantu mengenali pemicu keluhan, seperti rasa takut, lingkungan kerja yang toksik, maupun tekanan sosial. Selain itu, buku ini juga menyediakan alat praktis untuk menghadapi stres, seperti teknik pernapasan, journaling, serta kebiasaan kecil yang meningkatkan kontrol diri.
Ratnani juga mendorong pembaca untuk mengembangkan growth mindset, yakni cara pandang yang melihat kegagalan sebagai sumber pembelajaran, bukan bukti ketidakmampuan. Melalui komunikasi yang lebih konstruktif dan pengurangan kebiasaan menyalahkan orang lain, pembaca dilatih memperkuat hubungan sosial sekaligus ketahanan mental.
Secara keseluruhan, Stop Mengeluh, Jadilah Tangguh adalah bacaan yang memotivasi, praktis, dan relevan. Ratnani Latifah berhasil menyampaikan pesan bahwa mengeluh memang manusiawi, tetapi tidak perlu menjadi kebiasaan yang membatasi potensi diri. Buku ini memberikan panduan konkret untuk beralih dari sikap pasif (mengeluh) menuju sikap aktif (bertindak).
Meskipun sebagian isinya tidak sepenuhnya orisinal dalam ranah literatur pengembangan diri, penyajian yang hangat, empatik, dan kontekstual menjadikan buku ini tetap berharga. Buku ini layak dibaca oleh siapa pun yang ingin memulai perjalanan perubahan diri—mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga—sebagai bekal membangun mental yang lebih tangguh.
Buku ini menawarkan kombinasi empati, motivasi, dan langkah-langkah praktis untuk menumbuhkan ketangguhan hidup. Ia bukanlah solusi instan bagi setiap persoalan, namun sebagai panduan untuk membentuk kebiasaan mental yang lebih sehat, buku ini sangat efektif membantu pembaca menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab atas reaksinya terhadap kehidupan.
Jika Anda siap berhenti mengeluh dan mulai bertindak, buku ini layak dijadikan sahabat dalam perjalanan menuju perubahan diri yang lebih kuat dan bermakna.
Penulis:
Alief Nur Jazilah
Mahasiswa Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang
(Editor Syafanton)
Pilihan





