Menanam Generasi: SMAN 1 Omben dan Jalan Baru Ketahanan Pangan Sekolah
![]() |
| Para siswa sedang membuat lahan pembibitan |
Pagi itu, Rabu 6 November 2025, halaman SMA Negeri 1 Omben tampak lebih ramai dari biasanya. Di tengah hembusan angin yang membawa aroma tanah basah, dua tamu dari Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Sampang tiba: Kasi SMA PKLK, Bapak Febrianto, dan Kasubag TU, Ibu Melinda. Kehadiran mereka bukan sekadar kunjungan rutin, melainkan membawa sebuah peluang besar yang bisa mengubah wajah sekolah di kecamatan kecil ini.
Tujuan mereka jelas: meninjau kebun bibit mahoni dan alpukat yang selama dua tahun terakhir dikelola oleh sekolah, sekaligus berdiskusi tentang kemungkinan SMAN 1 Omben menjadi bagian dari program Sekolah Inovatif Ketahanan Pangan (SIKAP)—sebuah inisiatif provinsi untuk menghidupkan kembali budaya pangan lokal di lingkungan pendidikan.
Di balik ruang tamu sekolah yang sederhana, percakapan berlangsung hangat. Kepala sekolah, tim guru, dan kedua pejabat dinas membahas potensi besar lahan sekolah yang selama ini belum dimanfaatkan optimal. Senyum muncul ketika gagasan besar itu disampaikan: SMAN 1 Omben bisa menjadi role model sekolah yang menjadikan ketahanan pangan sebagai bagian inti pembelajaran.
Sebuah visi yang tak lagi sekadar menanam pohon, tetapi menanam kesadaran, karakter, dan masa depan.
Akar yang Sudah Ditumbuhkan: Sekolah Alam di Omben
Upaya menjadi sekolah inovatif sebenarnya bukan langkah mendadak bagi SMAN 1 Omben. Dalam beberapa bulan terakhir, sekolah ini menjalankan program sekolah alam—konsep pembelajaran yang memindahkan ruang kelas ke halaman, ke kebun, ke sungai, ke apa pun yang disediakan alam sekitar.
Anak-anak belajar bukan hanya dari buku, tetapi dari angin yang menyentuh daun, dari serangga yang bersembunyi di balik batang tanaman, dari akar tumbuhan yang menunjukkan prinsip biologi lebih jelas daripada infografik apa pun.
Namun tentu saja, perjalanan itu tidak selalu mulus. Keterbatasan peralatan, karakter siswa yang beragam, dan proses adaptasi model pembelajaran baru menjadi catatan evaluasi. Sembilan bulan pelaksanaan sekolah alam dipenuhi pembenahan—mencari format ideal, menyusun ulang strategi, hingga menyinergikan capaian antar mata pelajaran.
Guru-guru matematika, biologi, fisika, kimia, bahasa Indonesia, hingga Pendidikan Agama duduk satu meja, mencari irisan pembelajaran. Bagaimana membuat pelajaran lebih hidup? Bagaimana membuat anak paham bukan hanya angka, tetapi makna?
Dari sinilah, ketika Dinas Pendidikan membuka peluang SIKAP, SMAN 1 Omben sudah memiliki akar yang siap ditumbuhkan lebih besar.
SIKAP: Ketika Lahan Menjadi Laboratorium Kehidupan
Sekolah Inovatif Ketahanan Pangan bukan sekadar program menanam sayuran atau memanen buah. Ia adalah konsep pendidikan yang memandang sekolah sebagai miniatur ekosistem sosial—tempat ilmu, karakter, ekonomi, ekologi, dan budaya saling terhubung.
- Taman Edukasi yang Menghidupkan Pembelajaran
Di taman edukasi, siswa belajar bercocok tanam, mengolah kompos, memahami nutrisi tanah, hingga mengolah hasil panen. Setiap aktivitas menjadi pelajaran IPA, IPS, bahkan Pendidikan Agama yang berbicara tentang rasa syukur dan merawat ciptaan Tuhan.
- Edu-wisata untuk Sekolah Lain
Ke depan, kebun dan lahan sekolah bisa menjadi ruang belajar bagi sekolah lain. Anak-anak dari desa sekitar dapat datang, belajar menanam, mengenal pertanian berkelanjutan, dan mendapatkan pengalaman baru.
- Laboratorium Pengetahuan Lintas Disiplin
SIKAP mendorong integrasi ilmu. Bidang teknologi masuk lewat alat tanam modern, ekonomi hadir lewat pengelolaan hasil panen, sosiologi tampak dalam gotong royong siswa.
- Pembangunan Karakter Melalui Tanah dan Benih
Tidak ada pembelajaran kesabaran yang lebih nyata daripada menunggu bibit tumbuh. Tidak ada pelajaran tanggung jawab yang lebih konkret selain merawat tanaman yang bisa mati jika diabaikan.
- Kontribusi Pada Ketahanan Pangan Daerah
Siswa tidak hanya belajar untuk diri mereka sendiri, tetapi memberi kontribusi bagi lingkungan sekitar—mulai dari diversifikasi pangan hingga pemanfaatan hasil panen untuk program makan bergizi.
Belajar dari Tanah: Sebuah Renungan Pendidikan
Di SMAN 1 Omben, gagasan ketahanan pangan bertemu dengan filosofi sekolah alam. Di sini, menanam menjadi cara untuk “membaca” kehidupan.
Tanah mengajarkan bahwa sesuatu yang kecil, jika sabar dirawat, akan tumbuh menjadi besar.
Air mengajarkan bahwa kehidupan butuh aliran yang konsisten.
Tumbuhan mengajarkan bahwa setiap makhluk punya kebutuhan berbeda.
Sama seperti manusia.
Siswa belajar bahwa memperlakukan setiap tanaman dengan cara yang sama adalah kesalahan; beberapa perlu matahari, beberapa perlu naungan. Seperti itulah manusia—setiap individu punya kebutuhannya sendiri.
Mungkin inilah pelajaran yang selama ini sering hilang dari pendidikan yang terlalu berorientasi pada angka. Bahwa manusia tidak hanya tumbuh dengan kecerdasan, tetapi juga dengan pemahaman.
Menanti Tunas Baru dari Omben
Program SIKAP di SMAN 1 Omben memiliki potensi besar—bukan hanya menghidupkan lahan kosong, tetapi menghidupkan kesadaran ekologis sebuah generasi.
Di tengah dunia yang semakin menjauh dari tanah, di tengah generasi muda yang makin jarang bersentuhan dengan cangkul dan benih, SMAN 1 Omben mencoba menanam harapan itu kembali.
Harapan tentang generasi yang tidak hanya cerdas memecahkan soal di kertas, tetapi bijak membaca tanda-tanda alam. Generasi yang tidak hanya memanen hasil, tetapi memahami proses.
Generasi yang sadar bahwa manusia dan alam tidak pernah dipisahkan.
Semoga dari sekolah kecil di Omben ini, tumbuh tunas-tunas baru: tunas kepedulian, ketahanan, dan kebijaksanaan.
Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang mengisi kepala, tetapi membentuk cara pandang bahwa bumi yang kita pijak adalah tempat belajar terbesar yang pernah diberikan Tuhan.
***
Penulis: Hidayat Raharja, Editor : Rulis
Pilihan





