Refleksi 9 Tahun Rumah Literasi Sumenep
“Baca–tulis adalah gerbang literasi, dan literasi adalah modal awal pembelajaran sepanjang hayat.”
Awal Mula: Dari Kegelisahan Menjadi Gerakan
Segalanya bermula dari sebuah kegelisahan para guru yang merasa tertantang untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam berkarya. Dorongan ini bersamaan dengan lahirnya sejumlah regulasi serta kebijakan pemerintah tentang pengembangan keprofesionalan berkelanjutan, di mana di dalamnya termuat gerakan literasi nasional.
Kegelisahan itu kemudian menjelma menjadi semangat. Para guru mulai merumuskan gagasan agar memiliki ruang bersama untuk menyalurkan ide, berbagi pengalaman, dan melahirkan karya. Dari titik itulah muncul kesepakatan membentuk sebuah komunitas pembelajaran literasi, yang pada tanggal 11 November 2016 resmi berdiri dan diberi nama Rumah Literasi Sumenep (Rulis).
Awalnya Rulis berjalan secara sederhana dan internal. Namun semangat yang tumbuh dalam diri para penggagas membuat gerakan ini berkembang dengan melibatkan berbagai pihak di luar lingkungan awalnya. Agar lebih kuat secara kelembagaan, pada tahun 2017 Rulis kemudian didaftarkan secara resmi sebagai organisasi melalui akta notaris dengan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Para pelopor seperti Syaf Anton Wr, Lilik Rosida Irmawati, Budi Haryono, Slamet Herianto, Ali Harsojo, dan Andi Lala, menjadi fondasi awal yang menanamkan nilai-nilai literasi dalam gerakan ini. Mereka menyatukan semangat, meski kadang berbeda pandangan, dan dari dinamika itu justru lahir kedewasaan berpikir serta karya-karya nyata, baik yang bersifat personal maupun kolektif.
Dinamika di Dalam: Antara Merawat dan Bertahan
“Menjaga dan merawat jauh lebih sulit daripada membangun, karena membangun adalah tentang menciptakan, sedangkan merawat adalah tentang mempertahankan kualitas.”
Sebagai sebuah perkumpulan, Rulis tentu tidak lepas dari tantangan. Perbedaan karakter, latar belakang, dan cara pandang sering kali melahirkan perbedaan pendapat. Namun sejak awal, para pendirinya telah bersepakat bahwa Rulis tidak mengikat siapa pun. Siapa pun bebas datang dan pergi selama dengan cara yang beretika dan beradab.
Karena bagi Rulis, kekuatan sejati bukan pada seberapa lama seseorang bertahan, melainkan pada kesadaran untuk membangun bersama — membangun peradaban, kemanusiaan, dan saling memahami kelebihan serta kekurangan masing-masing. Keyakinannya sederhana: literasi adalah jalan untuk menjadikan manusia lebih manusiawi.
Slogan “Belajar, Berkarya, Berbagi” (yang sebelumnya “Mulia Karena Karya”) menjadi ruh semangat Rulis. Slogan itu bukan sekadar kalimat, tapi sebuah kompas moral untuk selalu produktif, kreatif, dan bertanggung jawab. Melalui semangat itu, Rulis telah banyak berkontribusi dalam penguatan literasi, baik di ranah pendidikan maupun kebudayaan.
Bukti konkret terlihat dari terbitnya sejumlah buku — mulai dari karya anak-anak, guru, hingga karya umum yang memberi warna baru bagi dunia literasi lokal.
Jangkauan Gerakan: Dari Sekolah ke Masyarakat, dari Literasi ke Budaya
Dalam ranah pendidikan, Rulis menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga — sekolah umum, madrasah, perguruan tinggi, pondok pesantren, organisasi masyarakat, hingga taman baca. Bersama dinas terkait, Rulis berupaya menumbuhkan kesadaran bahwa literasi bukan sekadar kegiatan membaca dan menulis, tetapi juga memahami makna kehidupan dan membangun karakter.
Sementara di ranah kebudayaan, Rulis aktif menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal Madura. Melalui berbagai program, Rulis berusaha mengenalkan filosofi, tradisi, dan budaya yang menjadi akar identitas masyarakat. Upaya ini diharapkan mampu menjadi penyeimbang di tengah derasnya arus globalisasi, yang sering kali menggerus nilai-nilai adiluhung bangsa.
Rulis juga menjalin kerja sama dengan media penyiaran. Bersama Pro 1 RRI Sumenep, Rulis menghadirkan program “Rumah Literasi” dan acara ramah anak “Eksaina” (Ekspresi Anak Indonesia) yang kemudian berkembang menjadi “Idola” (Indonesia Layak Anak).
Selain itu, Rulis pernah bermitra dengan Radio Nada FM dalam program “Sabkreb” (Sahabat Kreatif Rulis) — program yang mengajak anak-anak dan masyarakat untuk mencintai kegiatan literasi dengan cara yang menyenangkan.
Seluruh kegiatan itu sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mengembangkan budaya literasi nasional: membina, memfasilitasi, dan menumbuhkan budaya membaca-menulis yang bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi para pendidik.
Melalui literasi, pendidik belajar berpikir kritis, menjaga mutu pembelajaran, dan meningkatkan profesionalisme, hingga akhirnya mampu menciptakan karya tulis serta memahami konsep dasar Gerakan Literasi Sekolah.
Baca juga; Ucapan Selamat 9 Rahun Rumah Literasi Sumenep Tahun 2025
Problem dan Tantangan: Antara Idealisme dan Realita
“Mengurus manusia, bahkan satu orang saja, jauh lebih kompleks daripada mengurus seribu hewan ternak.”
Perjalanan Rulis tidak selalu mulus. Ada banyak tantangan yang dihadapi sepanjang tahun-tahun berjalan.
Pertama, kendala finansial. Sebagai organisasi non-profit, Rulis tidak memiliki sumber dana tetap. Sementara itu, setiap kegiatan tentu membutuhkan biaya. Namun, semangat gotong royong dan kemandirian menjadi kunci agar roda organisasi tetap berputar.
Kedua, keterbatasan sumber daya manusia. Tidak mudah mencari relawan yang benar-benar siap mengabdi dengan sukarela. Sebagian besar pengurus Rulis adalah guru, yang memiliki tanggung jawab besar di sekolah. Waktu tatap muka dan koordinasi sering kali terbatas. Di sisi lain, gerakan literasi menuntut komitmen tinggi dan pengorbanan tanpa pamrih.
Ketiga, minimnya potensi pendukung. Dunia literasi membutuhkan kemampuan akademik, kreativitas, serta kepekaan sosial. Keterbatasan ini kadang menjadi hambatan, namun justru menjadi tantangan tersendiri bagi Rulis untuk terus belajar, menyesuaikan diri, dan bertahan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Syaf Anton Wr, salah satu pendiri Rulis:
“Sebuah perkumpulan kekaryaan bisa bertahan dua tahun saja sudah bagus. Bila lebih dari itu, itu adalah bonus. Sebab kecenderungan orang terlibat dalam sebuah perkumpulan sering kali didorong oleh harapan mendapatkan hasil yang cepat: tahun pertama belajar, tahun kedua berkarya, dan tahun ketiga mungkin memilih jalan sendiri.”
Kini, Rulis telah melampaui sembilan tahun perjalanan. Itu bukan hanya bonus, tapi bukti keteguhan semangat dan keikhlasan untuk terus bergerak, meski dalam keterbatasan.
Menatap ke Depan: Membangun Masyarakat Literat
Rulis meyakini bahwa perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil. Bahwa untuk mewujudkan masyarakat literat, diperlukan gerakan yang masif, berkesinambungan, sistematis, dan eksis.
Setiap anggota Rulis memposisikan diri sebagai “relawan literasi” dan “pejuang literasi” — orang-orang yang bekerja dengan hati, mengabdi tanpa pamrih, demi meningkatnya minat baca, kemampuan menulis, serta kesadaran berpikir kritis masyarakat.
Dalam perjalanannya, Rulis membentuk sejumlah bidang kerja: Bidang Pembinaan SDM, Bidang Pengembangan Potensi, dan Bidang Komunikasi & Media, yang masing-masing bergerak sesuai peran dan keahliannya.
Gerakan literasi bukanlah sekadar proyek, melainkan perjuangan panjang. Ia memerlukan keuletan, kesabaran, dan keyakinan bahwa setiap kata yang ditulis, setiap buku yang dibaca, setiap ide yang dibagikan, akan menumbuhkan satu generasi baru — generasi yang berpikir, beretika, dan berkarakter.
Selamat Ulang Tahun ke-9 Rumah Literasi Sumenep
11 November 2016 – 2025
Semoga terus tumbuh, berdaya, dan memberi makna.
Karena literasi bukan sekadar aktivitas, melainkan cara hidup yang mencerahkan.
(Red. Rulis)
Pilihan





