Rulis di Usia 9 Tahun: Merawat Mimpi, Menjaga Api Literasi dari Ruang Sederhana
![]() |
| Saat sebagian pengurus foto bersama (dok Rulis) |
Sumenep, Rulis: Tidak ada panggung megah, tidak ada rangkaian acara formal, apalagi tamu undangan yang ramai. Hanya sebuah ruang tamu sederhana di rumah salah satu pengurus, Tikas Suhartatik, di Kecamatan Saronggi, Sumenep, Minggu (16/11/2025). Di sanalah, pengurus Rumah Literasi Sumenep (Rulis) duduk melingkar, berbincang hangat, merayakan hari ulang tahun ke-9 organisasi yang mereka bangun dengan cinta dan pengorbanan.
Tepat pada 11 November 2025, Rulis mencapai usia sembilan tahun. Usia yang bagi sebagian organisasi mungkin masih belia, tetapi tidak bagi mereka yang menjalani prosesnya dengan penuh tantangan. Bagi keluarga besar Rulis, sembilan tahun adalah perjalanan panjang, penuh peluh, keyakinan, dan kesetiaan pada sebuah mimpi: membangun budaya literasi di Sumenep.
Ketua Rulis, Yulianti, tampak menahan haru saat menyampaikan refleksi singkat dalam pertemuan tersebut. Baginya, ulang tahun ini bukan sekadar perayaan, melainkan kesempatan untuk melihat ke belakang dan menata langkah ke depan.
“Ini momen refleksi diri. Kami ingin membaca kembali perjalanan setahun terakhir, melakukan introspeksi, memperbaiki kelemahan dan mengembangkan yang sudah berjalan baik,” ujarnya.
Yulianti tidak menutup-nutupi bahwa roda organisasi sempat bergerak lambat. Kesibukan pribadi para pengurus—yang sebagian besar adalah guru—sering membuat waktu untuk organisasi menjadi terbatas.
“Ke depan kami akan lebih serius menjalankan program yang telah dicanangkan, dan meningkatkan kualitas kerja secara terarah,” tegas Kepala SDN Kerta Barat, Dasuk, itu.
Di sudut ruangan, Penasihat Rulis, Syaf Anton Wr, tampak tersenyum kecil mengenang perjalanan panjang organisasi ini. Ia tahu benar bagaimana perjuangan para relawan merawat Rulis dari nol hingga dikenal dalam kancah gerakan literasi Sumenep.
“Rulis dibangun melalui perjalanan penuh rintangan, bahkan rintangan dari dalam organisasi sendiri. Tanpa kemampuan finansial dan dukungan luar, semua berjalan sebagai kerja nirlaba, kerja relawan. Namun semuanya bisa kita lalui,” ungkapnya.
Menurutnya, perlambatan gerak organisasi sepanjang tahun ini lebih banyak disebabkan oleh lemahnya komunikasi internal.
“Karena kurang intens berkomunikasi, koordinasi menjadi terhambat,” jelasnya.
Namun, ia tidak ingin itu menjadi alasan untuk menyerah. Sebaliknya, ia mengajak semua pengurus untuk kembali merapatkan barisan.
“Saya berharap pengurus meningkatkan komunikasi, meski tanpa tatap muka. Dari komunikasi lahir kesepakatan untuk membangun bersama,” katanya dengan penuh harapan.
Di akhir pertemuan, hanya ditandai tiupan lilin dan sekedar tepuk tangan. Hanya doa singkat, jajanan, dan tekad kuat untuk menjaga bara semangat yang telah menyala hampir satu dekade.
Dari ruang sederhana itu, muncul kembali keyakinan bahwa gerakan literasi tidak selalu memerlukan panggung besar. Kadang, ia hanya butuh beberapa hati yang percaya bahwa membaca dan menulis mampu mengubah masa depan.
9 Tahun Rulis yang ditandai dengan pemotongan kue ulang tahun menjadi saksi dari emperan rumah, dan selanjutnya Rumah Literasi Sumenep kembali memulai perjalanan panjangnya.
(Rilis/Rulis)
Pilihan





