Lantunan Sajak-Sajak Raudlatul Makiya
Raudlatul Makiyah atau akrab dipanggil Kiki. Selain menulis dia juga senang traveling dan memiliki hobby membaca. Dia senang sekali menulis fiksi, baginya fiksi merupakan tempat untuk bercurhat. Sekarang Dia mengabdi di Lembaga Smpit Al- Hidayah Sumenep dan sudah bergabung menjadi aktivis Rulis Sumenep. Karyanya yang masih seumur jagung sudah terbit dalam bentuk antologi, baik bersama maupun secara mandiri. Diantaranya ― Goresan Pena Guru Bahasa Kala Pandemi Korona, Kisahku di Masa Pandemi , Surat Untuk Ibu, Perahu Kehidupan, Rindu dan terakhir antologi puisi berjudul Cermin Tak Berbayang, penerbit Rumah Literasi Sumenep, (2020)
Kelabu
Bukan mimpi yang ingin ku bangun
Nyata yang kokoh berpelupuk rindu
Mengernyitkan harapan palsu
Purna dalam lingkaran setan
Tertusuk hingga relung dada
Menapaki galian jalan kesucian
Tak mampu membendung aura kegelisahan
Yang akan musnah dalam dua musim
Kemaraumu sungguh indah
Hingga panahan sakit ini biru menganga pilu
Tertaburi ludah jingga sang penguasa
Mati di tengah parau musim gugur
Lihai jerarimu mengelus dada
Terpanah kaku dalam cerita maya
Hingga lebah tak tampak menghisap madu
Dan kupu-kupu menghisap bunga layu
Sungguh kelabu kehidupan ini
Malam tanpa cahaya terang
Terlena dengan kerlipan bintang
Hingga berteduh menghela nafas biru
Terengah dalam ketidak pastian
Melepuh dalam rindu diri
Berkolaborasi asa dan rasa
Mengubah kelabu menjadi merah terang
Boneka Kemarahan
Jangan kau ukir aku dalam memorimu
Hingga hentakan jiwa ini memar
Melontarkan sunggingan rasa
Melepuh dalam lampion bekasmu
Aku bukan boneka kemarahanmu
Yang kau tarik ulur dengan rasa
Meniupkan kebosanan dengan lembutku
Menyodorkan luka ketidak pastian
Gemuruh itu terus kau gaungkan
Melemahkan citra rasa aroma kelaten
Hingga tiupan baunga menyerang keputus asaan
Meneparkan semangat juang keilmuan
Bonekamu sudah lenyap terkikis waktu
Musna terbawa sejarah
Jejaknyapun hilang tak berbekas
Hingga tinggal nama terpampang kaku
Lantunan Sajakmu
Senyum pagimu mengitari rasa melankolis di gerbang dadaku
Di antara luapan cinta memamah rindu
Kau kirim berjuta dzikir untukku
Hingga merah hatiku teruarai biru rasamu
Sungguh bunga di dada ini mulai harum dan bermekaran
Lantaran alunan sajakmu mengantarkanku tepat di depan gerbang cintamu
Ku terus mengikuti alunanNya
hingga salam terucap menyapa kehangatan cintamu
Sajak yang kau lantunkan pagi ini memiliki seribu makna
Sampai bibir ini gemetar tak terbendung
Sajak inilah bukti putih cintamu di antara senja kegelisahan
yang selama ini terus mengitari pelangi keyakinanku
Terimakasih sayang
Kunci Bahagia
Selama siang bisa berubah menjadi malam
Senang bisa menjadi sedih
Panas bisa menjadi dingin
Suka bisa menjadi benci
Sebisa itulah aku percaya dan yakin atas kebahagian
yang akan di berikan oleh dzat yang menciptakan
dunia dan isinya
Ketika hati mulai berirama keraguan
Segeralah sucikan hati, hentikan kata-kata
dan fokuslah pada huruf-huruf hijaiyah yg tersusun rapi dan indah
Percaya dan yakin adalah prinsip hidup yang harus terus di jaga,
di pelihara, dan kita pupuk dalam hati yang terdalam
Percaya dan yakin adalah kunci kebahagian
Di dunia dan di akhirat
Ku Ukir Sajak
Ku ukir sajakku melewati rintihan aura kasihmu
Dalam senja yang mulai menepi
Mendaki kidung kasih yang tak lagi muncul
Ku ukir sajakku diantara dzikir cinta yang kau bagi dalam senandung waktumu
Diantara hati-hati baru yang kau selami
Meniti asa dan rasa yang kau munculkan, hampa dan mati sesaat
Ku ukir sajakku melewati jembatan keangkuhanku dalam senyum kenistapaan
Senandung rasa mulai berbau dan berdarah hingga rentetan kata ini melingkar di dadamu
Ku ukir sajakku di malam yang penuh kebisuan ini
Bersama pelangi hati yang tak tentu warna dan jalannya
Ku ukir sajakku lewat tetesan air mata yang terus mengalir di pipi
dari kelopak matamu
Ku ukir sajakku
Dan
Terus ku ukir
Hingga kelopak mata ini mulai berbunga dan mekar
Kerinduan Yang Tertunda
Ku coba bertanya pada bianglala yg terus menampakkan lambaiannya
Ku dekati dengan perlahan
Ku coba membisikinya dengan lembut
Ku pancarkan aura kemarahan dengan cermin kerinduan
Ku terus ikuti petunjuknya, hingga malam menyapa
Dewi malam menyapaku dengan sinar keabadiannya
Tang teng tong desir waktu yg terus berjalan
Hingga arah pandanganku mulai kabur
Kabut terus menyelimuti untaian kerinduan
Hingga mata hati ini tidak tahu arah yg harus di tempuh
Rindupun mulai menyusut
Sampai waktu senja kembali bersama
Seiring detak jantung yang mulai terkoyak
Seandainya
Jika tahu kan seperti ini
Takkan ku dekap kau dalam lamunan
Hingga gelembung garam makin menggelembung
Tak berasa asin
Yang ada hambar membentang
Garing menghadang
Lambung pun menyanyat malu
Luapannya mual membahana
Seandainya ku tahu kan seperti ini
Tak kan ku biarkan sakit ini datang
Hingga meronta dada pelupuk mata
Pun kerdipannya merah merona
Tak kau biarkan matahari surga kembali di balik senyumnya
Seandainya ini harapan
Kan ku ajarkan kau menyembunyikan kecewa itu dalam senyum
Hingga kau tak perlu merangkak kaku
Lantunan Sajakmu
Senyum pagimu mengitari rasa melankolis di gerbang dadaku
Di antara luapan cinta memamah rindu
Kau kirim berjuta dzikir untukku
Hingga merah hatiku terdominasi biru rasamu
Sungguh bunga di dada ini sudah harum dan bermekaran
Lantaran alunan sajakmu mengantarkanku tepat di depan gerbang cintamu
Ku terus mengikuti alunannya hingga salam mulai terucap menyapa kehangatan cintamu
Sajak yang kau lantunkan pagi ini memiliki seribu makna
Sampai bibir ini gemetar tak terbendung
Sajak inilah bukti putih cintamu di antara senja kegelisahan
Yang selama ini terus mengitari pelangi keyakinanku
Pilihan





