Pa’ Kopa’ Eling: Syair, Kebijaksanaan, dan Pendidikan Budi di Balik Tradisi Madura


Oleh Lilik Rosida Irmawati

Tulisan ini mengulas syair tradisional Pa’ Kopa’ Eling yang lazim dinyanyikan anak-anak pada malam terang bulan di Madura. Di balik kesederhanaan bait-baitnya, tersimpan nilai spiritual, moral, serta pesan pendidikan yang diwariskan turun-temurun dalam masyarakat komunal Madura.

*****

Pa’ Kopa’ Eling

Syair Asli:

Pa’ kopa’ eling
elingnga sakoranji
eppa’na olle paparing
ana’ tambang tao ngaji
ngaji babana cabbi
ka’angka’na sarabi potthon
e cocco’ dhangdhang pote keba mole
e cocco’ dhangdhang celleng keba melleng

Terjemahan bebas:
Bertepuk-tepuk ingat, sadar sekeranjang,
sang bapak mendapatkan anugerah,
anak bodoh menjadi bisa mengaji,
mengaji di bawah cabai, suguhannya serabi gosong,
dipatuk elang putih dibawa pulang,
dipatuk elang hitam dibawa nakal.

Tradisi Terang Bulan dan Keriangan Anak-Anak

Terang bulan—terutama saat purnama—selalu dinantikan oleh anak-anak maupun orang tua. Pada malam seperti itu, halaman rumah menjadi tempat bermain dan berkumpul. Anak-anak berkelompok sambil bersenang-senang, dan salah satu permainan yang paling digemari adalah menyanyikan lagu Pa’ Kopa’ Eling. Mereka melantunkannya secara bergantian, diiringi tepuk tangan, sehingga suasana menjadi hangat dan penuh keceriaan.

Makna Tersirat dalam Bait Syair

Syair Pa’ Kopa’ Eling tampak sederhana, namun jika dikaji lebih dalam, ia menyimpan nilai-nilai spiritual dan budi pekerti. Pesan tersebut menuntun manusia untuk selalu menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani.

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memikul tugas istimewa sebagai pemimpin. Karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan kebutuhan material. Keseimbangan inilah yang melahirkan kehidupan harmonis serta memampukan seseorang menghadapi perubahan zaman tanpa mudah terombang-ambing.

Penanaman Nilai Agama Sejak Dini

Pemenuhan kebutuhan spiritual sangatlah signifikan. Sejak kecil, anak-anak diperkenalkan pada nilai-nilai agama melalui proses pembelajaran yang bertahap dan berkesinambungan: belajar mengaji, shalat, berpuasa, dan berbagai kewajiban agama lainnya. Hal ini selaras dengan bait:

“ana’ tambang tao ngaji, ngaji babana cabbi”
anak bodoh menjadi bisa mengaji, mengaji di bawah cabai.

Bait ini menggambarkan proses pendidikan yang dimulai dari hal-hal sederhana, bahkan dalam kondisi seadanya, tetapi penuh ketekunan.

Kesadaran Menuntut Ilmu dalam Masyarakat Komunal

Masyarakat Madura, sebagai komunitas yang menjunjung kebersamaan, membangun tatanan hidup yang harmonis. Nilai-nilai itu diwariskan dari generasi ke generasi melalui pendidikan informal di keluarga, lingkungan sosial, maupun pendidikan formal.

Hal ini tergambar dalam bait:

“Pa’ kopa’ eling, elingnga sakoranji”
bertepuk-tepuk ingat, sadar sekeranjang.

Bait ini menegaskan pentingnya kesadaran untuk menuntut ilmu—sebuah kesadaran yang harus sebesar dan selengkap “sekeranjang”.

Peran Orang Tua sebagai Pendidik Utama

Untuk membentuk generasi yang bernilai dan berkualitas, orang tua memegang peran utama sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya. Mereka juga menjadi motivator bagi keberhasilan pendidikan putra-putri mereka. Pesan ini tersirat dalam kalimat:

“eppa’na olle paparing”
bapak mendapatkan anugerah.

Anugerah tersebut merupakan simbol kebahagiaan dan kebanggaan orang tua ketika anak mampu menyerap, memahami, dan mengamalkan ilmu.

Etika, Moralitas, dan Pemanfaatan Ilmu

Nilai etika dan moralitas dalam syair ini sangat kuat. Ilmu memiliki dua sisi: dapat membawa manfaat atau menimbulkan bencana. Ilmu yang dipergunakan dengan niat baik dan moralitas tinggi akan membawa kemaslahatan, namun jika berada di tangan orang bermoral buruk, ilmu berubah menjadi alat kejahatan.

Hal ini tergambar dalam bait:

“e cocco’ dhangdhang pote keba mole, e cocco’ dhangdhang celleng keba melleng”
dipatuk elang putih dibawa pulang, dipatuk elang hitam dibawa nakal.

Elang putih melambangkan kebaikan, sedangkan elang hitam melambangkan keburukan. Pilihan ada pada manusia: menjadikan ilmu sebagai cahaya atau sebagai kegelapan.

 

Pilihan

Tulisan terkait

Utama 4440993556409866137

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi


 

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Banner untuk Anda

Banner untuk Anda
Anda punya rencana kegiatan yang mau dipublikasikan dalam bentuk banner? Kegiatan apapun, silakan kirim lewat email penulisrulis@gmail.com, dan akan kami terbitkan di halaman ini. Gratis

Puisi Lawas Syaf Anton Wr

Puisi Lawas Syaf Anton Wr
Puisi-puisi ini ditulis pada tahun 80-an, dan telah terbit di sejumlah media cetak pada tahun yang sama. Sebagian juga telah terbit dalam buku kumpulan puisi tunggal “Cermin” (1983) - Selengkapnya klik ganbar

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Relaksasi


 


 

Jadwal Sholat

item
close