Pentigraf Sri Hartati; Detik-Detik Proklamasi Mirna


Stroke

Kemarin dia masih baik-baik saja. Dia tersenyum untuk sesuatu yang ia sukai. Dia berteriak kalau lagi perlu bantuan dan dia akan sangat marah jika aturannya dilanggar. Hari ini, mulutnya sudah tidak mampu lagi mengeluarkan kata. Yang ada, hanyalah air mata mengalir di kedua pipi. Kedua tangannya lunglai tanpa daya.

Sebelum strok itu datang, dia sudah diingatkan ibunya agar sedikit toleran dengan orang lain. Dia juga diingatkan agar tidak terlalu banyak mengonsumsi lauk pemicu strok. Bahkan ibunya mengatakan bahwa jika tidak mau mendengarkan nasihat ibu, dengarkan perintah Tuhan. Ibu menambahkan lagi bahwa Al-Qur'an memerintahkan agar berkata lemah lembut, memberi nasihat dengan benar, sabar, dan lakukan semua penuh kasih sayang, serta jangan meniru suara keledai.

Keyakinannya bahwa dirinya adalah miliknya sendiri membuatnya mengabaikan semua nasihat ibu. Ibu mengatakan kepadanya bahwa saat ini ia tidak bisa lagi mengatakan dirinya adalah miliknya. Ibu mengatakan lagi bahwa apa yang bisa kita lakukan semuanya atas izin Tuhan. "Coba sekarang perintahkan tanganmu menunjuk, tidak bisa 'kan? Itu tandanya izin Tuhan sedang dicabut darimu. Istighfarlah dengan hatimu, semoga izin itu dikembalikan lagi kepadamu!"panjang lebar ibu menasihatinya.



Detik-Detik Proklamasi Mirna

Mirna telah berdiri dengan sikap sempurna di depan tivinya. Dia juga mengajak kedua temannya untuk ikut. Temannya menolak, bahkan senyum-senyum karena merasa aneh melihat yang dilakukan Mirna. Mirna mengatakan bahwa temannya belum paham saja dengan apa yang dilakukannya.

Semua prosesi upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi RI telah diikutinya dengan saksama. Betul- betul hikmad, layaknya seorang yang tengah berada di lapangan. Sesekali telinga Mirna mendengar celoteh kedua temannnya yang dibarengi tertawaan. Tetapi di hati Mirna, tidak ada rasa marah kepada kedua temannya itu. Saat mengheningkan cipta, hal yang selalu dilakukan Mirna adalah mengirimkan Alfatihah sampai 5 kali untuk para pahlawan dan ayahnya yang telah almarhum.

Saat sikap sempurna upacara berlangsung, Mirna tidak lupa meminta Nindi mengambil gambar. Tujuannya bukan untuk pamer, hanya sebagai berjaga-jaga jika institusinya minta bukti. Bagi Mirna, cukuplah Allah saja yang tahu. Mirna menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari taatnya kepada perintah Allah agar mematuhi pemimpin. Allah adalah pemilik daring yang rambatnya tidak akan ada yang menyamai.





Air Putih itu

Tiba-tiba Haris tidak bisa bernapas.Tangisnya timbul tenggelam. Semua dalam kecemasan tinggi. Papa Haris segera mencari mobil untuk membawanya ke RSU BKT. Haris bersama kedua orang tuanya telah berada di ruang gawat darurat. Dokter segera memasuki ruangan. Rupanya, itu dokter umum.

Dokter itu memeriksa Haris dengan teliti setelah Papa Haris menjelaskan kronologis sakitnya. Rupanya Haris sakit Hernia. Dokter menasihati papa Haris agar melarang Haris bermain bola, tidak boleh angkat berat, juga tidak boleh mengejan dan menangis. Dokter memberi kertas resep dan memberikan secarik kertas lagi yang isinya agar Papa Haris datang 3 hari lagi untuk operasi hernia Haris.

Kebetulan saja, pas hari ke-3 harus balik untuk operasi, Haris kembali sakit, kali ini seperti pingsan. Mama Haris tak henti menangis memikirkan nasib anaknya yang tidak jadi dioperasi karena dokternya mendadak harus melakukan operasi di kota P. Papa Haris dengan rasa kecewa segera membawa Haris pulang , namun tak henti berdoa. Sampai di rumah, papa Haris langsung minta diambilkan air minum putih segelas. Dengan khusuk berdoa, lalu meminumkan air itu pada Haris."Pa, takut dioperasi Pa, Haris janji gak main bola lagi."semua kaget dan histeris karena tiba-tiba Haris bicara di ujung kepasrahan tidak jadi operasi.




Di Ujung Kepasrahan Lala 

Perjodohan Lala dengan Wawan berjalan lancar. Keduanya saling menyukai dan segera ditentukan hari H yang baik untuk menikah. Itu terjadi karena kedua orang tua telah merestui. Lala betul-betul suka dengan Wawan. Dia mengatakan bshwa Wawan tipenya banget.

Keduanya sudah mencetak undangan. Betapa Lala terkesiap saat melihat Sultan yang telah diputuskannya dulu, kini muncul di hadapannya. Sultanpun adalah tipe Lala juga. Keduanya lelaki pintar yang saleh. Masalahnya dulu, Sultan mendesak Lala untuk menikah demi memenuhi harapan orang tua. Lala tidak siap waktu itu. Lala memilih menyelesaikan kuliah dan punya pekerjaan dulu.

Sultan berdiri di depannya dengan seorang anak lelaki tampan umur 2 tahunan. Sultan bercerita bahwa istrinya telah kembali menghadap ilahi saat melahirkan Junior anaknya. Lala jujur dengan peraaannya, dia masih menyimpan cinta untuk Sultan yang memang pantas untuk dicintai. Andai saja undangan belum dicetak, alurnya tentu beda. "Maaf, Tan! Aku sudah berencana melangsungkan pernikahan dengan Wawan. Dia jodohku. Lupakan aku selamanya sebagaimana aku juga akan mengganggapmu telah tiada."





Jeratku Mengena

Kepiawaiannya merogoh gandrung lelaki sudah tidak diragukan lagi. Derai suka berjubel merespons ceritanya. Jelas sekali, sepertinya lelaki yang menyukai ceritanya adalah lelaki yang candanya selingkar pornowicara. Ibunya sudah tidak terhitung kali memperingatkan agar ia menjadi penulis yang manis, bukan eksotis.
Kemarin, cerita barunya muncul lagi. Aku sendiri jijik membaca cerita itu. Tetapi, apa hendak dikata, kepintarannya meracik kata telah mematriku untuk membacanya. Dalam hati aku sudah pasang niat bahwa mulai besok, aku akan membiarkan ceritanya berlalu. 

"Jeratku Mengena" itulah cerita yang diunggahnya pagi ini.
Hatiku tergelitik dengan judul itu. Kunikmati kata demi kata yang ia untai. Sampai di paragraf akhir, betapa terpelongonya aku. Dia menuliskan, "Akhirnya jeratku mengena, kau yang mengkritik tulisankulah yang akan kupilih menjadi jodohku, kritikmu itu membangunku."





Tirani Ingin Jadi Pentigrafis


Kepercayaan diri dalam raga Tirani mulai hilang. Ia seperti kehabisan kekuatan. Tirani meragukan dirinya. Dia tidak jadi membuat pentigraf. Hp dilemparkannya begitu saja di atas kasur dan diapun tertidur. 

Ia mengatakan banyak hal.
Imajinasinya terkurung. Fakta yang ia miliki kabur. Calon tokohnya mengelak untuk berperan. Dia mengeluhkan calon tokoh bahwa tokoh itu baru satu saja main dalam pentigraf sudah onges. Kata-katapun enggan pula untuk dirangkainya. 

Dia berteriak setinggi-tingginya nada yang ia miliki. Dia melompat, " Aku ingin jadi pentigrafis, Prof Tengso! Aku tidak akan menyerah!Tunggu aku di kampung".

_______
(Diangkat dari akun KPI/Sri Hartati)



Pilihan

Tulisan terkait

Utama 7248170651540885703

Posting Komentar

Komentar dan kritik Anda akan memberi semangat pada penulis untuk lebih kreatif lagi.Komentar akan diposting setelah mendapat persetujuan dari admin.Silakan

emo-but-icon

Baru


Daftar Isi

Loading....

Idola (Indonesia Layak Anak)

Idola  (Indonesia Layak Anak)
Kerjasama Rumah Literasi Sumenep dengan Pro 1 RRI Sumenep

Kolom Aja

 Lihat semua Kolom Aja >

Kearifan Lokal

 Lihat semua Kearifan Lokal >

Pesan Buku

Pesan Buku

 Serpihan Puisi “Sampai Ambang Senja” merupakan buku kumpulan puisi Lilik Rosida Irmawati, penerbit Rumah Literasi Sumenep (2024).  Buku ini berjumlah 96 halaman, dengan pengantar Hidayat Raharja serta dilengkapi testimoni sejumlah penyair Indonesia.  Yang berminat, silakan kontak HP/WA 087805533567, 087860250200, dengan harga cuma Rp. 50.000,- , tentu bila kirim via paket selain ongkir.

Relaksasi


 

Jadwal Sholat

item
close