Puisi-Puisi Sunyi Kholilurrahman
Kholilurrahman merupakan santri aktif PPA. Lubangsa Utara, yang sedang bermukim di Komplek LBQK (Lembaga Bimbingan Qiraatul Kutub) sekaligus anak asuh sanggar sabda dan kini masih mencari kegagalan di dalam sastra
Malam Denganmu
Bintang memanggil,
Bulan menyuruh,
Malam, menghentikan.
Kayu telah terkumpul
Menemani
Di saat malam
Mata terus berkedip
Untuk melihat.
Bunga berbaling pulas
Di bawah cahaya lampu.
Sungguh
Mata bening engkau miliki
Telah berteman
Dengan hati nurani.
Lenteng Barat, 2025
Kepadamu
Tubuh mungil,
Kelopak mata bening.
Banyak rakyat
Menanti di rumah tetangga,
Begitu murah tubuhmu
Hingga masuk lubang kenafsuan.
Kau serupa roti
Di tengah jeritan rakyat.
Aku telah di mabukkan oleh asmara
Hingga sakit,
Sangat lucu di rasakan.
Banyak jalan menemani
Nolehlah,
Kebelakang
Nolehlah kepada tuhan.
Lenteng Barat, 2025
Goresan
Embun kau menyerang dunia
Kau muncul separuh malam
Di waktu dunia lelah bersemedi
Kau melekat begitu erat.
Wahana permainan
Seru, asik, candu, lucu
Di tubuh malam itu.
Lenteng Barat, 2025
Tadi
Mengapa
Kau menggali tubuh begitu dalam?
Hingga tenggelam kesakitan.
Aku gagal
Memetik buah hati
Yang terpendam tanpa sunyi.
Kecewa sedang kedinginan
Berselimut luka
Bersandar dalam kenispaan.
Waktu terlalu singkat,
Datang menyakiti
Lalu usang pergi.
Lenteng Barat, 2025
Sama
Apakah ia merasakan yang sama?
Sunyi, tolong bisikkan pada ia
Betapa dalamnya ia menusuk tubuh.
Ambillha fikiran ini
Lakukanlah segalanya
.
Darah mendesir begitu deras
Hanya ada harapan
Terbunuh sadis
Oleh setangkai kecewaan.
Lenteng Barat, 2025
Retak
Hati menjadi militer kejiwaan
Mental, lucu kehidupan
Segumpal kebencian
Menjadi saksi
Bahwa hakim telah adil
Lenteng Barat, 2025
Berbaring Pulas
Kecutlah kaki ini!
Sembari cinta abadi
Berbingkai mawar suci
Hendak bersemayam dengan ilahi.
Mohon,
Lahir dari keinginan
Cabutlah rasa ini.
Kembalilah
Kedalam laut ilalang
Tidur menyelimuti
Kental harapan!.
Selamat berenang
Di alam ilusi sunyi.
Lenteng Barat, 2025
Kamu
Kecewa bersahabat dengan fikiran
Hati berselimut kesakitan
Mata di ikat kegagalan.
Rupa itu,
Menjelma sebuah pedang
Menyakiti tubuh ,
Tanpa sunyi
Merangkul serentak aliran darah.
Aku benci tapi sayang!
Aku cinta tapi menyakitkan!
Lenteng Barat, 2025





